Ekoteologi menegaskan bahwa kerusakan lingkungan adalah bentuk ketidakadilan antargenerasi. Kita tengah mencederai warisan anak cucu kita dengan mewariskan udara kotor, air tercemar, dan tanah gersang. Padahal, setiap agama menjunjung tinggi nilai keadilan. Dalam ajaran Buddha, hidup benar berarti tidak menimbulkan penderitaan bagi makhluk lain. Dalam Alkitab, manusia diminta menjadi pelayan ciptaan Tuhan, bukan penguasanya. Dan dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa kerusakan di darat dan laut adalah akibat ulah tangan manusia sendiri (QS. Ar-Rum: 41).
Peran Kementerian Agama: Bergema dan Bergerak
Kementerian Agama Republik Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadikan ekoteologi sebagai bagian dari pengarusutamaan moderasi beragama. Pesan cinta alam mulai diintegrasikan dalam berbagai aspek pendidikan, dakwah, dan pelayanan keagamaan.
Nilai-nilai ekoteologi kini disisipkan dalam kurikulum pendidikan keagamaan dan pelatihan penyuluh agama. Program nasional bertajuk Kemenag Ramah Lingkungan menjadi wujud nyata kepedulian institusional terhadap bumi. Melalui program sertifikasi rumah ibadah ramah lingkungan, Kemenag mengajak masyarakat menjadikan tempat ibadah bukan hanya pusat spiritual, tetapi juga ruang inspirasi ekologis.
Penyuluhan dan dakwah ekologis lintas agama semakin digalakkan, mempertemukan umat lintas iman dalam gerakan nyata. Kegiatan seperti Gerakan Menanam Bersama, Bersih Sungai Bersama Umat, dan Dialog Lintas Iman untuk Ekologi menjadi contoh bagaimana rumah ibadah—masjid, gereja, pura, vihara, dan kelenteng—dapat menjadi ruang perjumpaan spiritual sekaligus ekologis.
Implementasi ekoteologi di Kementerian Agama menunjukkan bahwa nilai spiritualitas, etika, dan aksi sosial dapat disatukan untuk menghadapi krisis lingkungan yang kian kompleks. Dengan demikian, spiritualitas tidak lagi berhenti pada doa, melainkan bergerak menjadi tindakan nyata.
Aksi Nyata sebagai Umat Beriman
Perubahan besar selalu bermula dari kesadaran kecil. Di lingkungan Kementerian Agama, semangat ekoteologis diterjemahkan dalam tindakan sederhana: menciptakan kantor yang ramah lingkungan, menggunakan kertas dan energi secara bijak, mengelola limbah dengan tertib, serta melaksanakan edukasi lingkungan berbasis nilai agama.
Para guru madrasah dapat mengintegrasikan isu lingkungan dalam pembelajaran sehari-hari. Kurikulum Cinta yang dicanangkan Kemenag juga menempatkan cinta kepada alam sebagai nilai dasar pendidikan. Para penyuluh agama dapat mengajak masyarakat menanam pohon sebagai bagian dari amal jariah, sementara ASN Kemenag dapat menjadi teladan gaya hidup hemat energi dan empatik terhadap ekosistem sekitar.
Di lingkungan keluarga, gerakan cinta alam dapat dimulai dari hal-hal kecil: memilah sampah rumah tangga, menanam tanaman obat di halaman, dan mengajarkan anak-anak untuk mensyukuri setiap ciptaan Tuhan. Semua tindakan kecil ini adalah bentuk nyata cinta—kepada alam, kehidupan, dan Sang Pencipta.
Bumi sebagai Kitab Kedua
Setiap agama memiliki kitab suci, namun sesungguhnya kita juga diberi kitab lain yang tak tertulis: alam semesta. Ia tidak bersabda, tetapi mengajarkan. Ia tidak memerintah, tetapi menyadarkan. Ia tidak bersuara, tetapi penuh makna.
Membaca alam adalah bentuk ibadah yang halus dan mendalam. Daun-daun adalah zikir yang bergemerisik, air adalah firman yang mengalir, dan angin adalah doa yang berembus lembut. Semua menjadi ayat-ayat kehidupan yang meneguhkan kehadiran Tuhan dalam setiap denyut semesta.
Ekoteologi adalah panggilan untuk menyeimbangkan spiritualitas dan aksi. Ia tidak menuntut manusia menjadi aktivis ekstrem, melainkan hamba yang sadar bahwa cinta kepada Tuhan tidak mungkin terpisah dari cinta kepada ciptaan-Nya.
“Cinta alam, cinta kehidupan” bukan sekadar slogan, melainkan etos hidup baru bagi umat beriman di tengah dunia yang kian renta. Ia dimulai dari halaman rumah, dari pilihan konsumsi yang bijak, dari doa yang tidak hanya menggema di langit, tetapi juga menyentuh tanah dengan kasih.
Sebab siapa yang mencintai alam, dialah yang menjaga kehidupan. Dan siapa yang menjaga kehidupan, dialah pewaris sejati bumi yang diberkahi. Mencintai alam adalah mencintai kehidupan—dan mencintai kehidupan adalah jalan menuju Tuhan. Amin. (*)