Nampaknya ada permasalahan serius mencuat tentang dugaan bahwa Bupati Rijanto kerap dikendalikan oleh wakilnya. Kondisi ini memunculkan kesan “matahari kembar” di lingkaran eksekutif. Hubungan politik bupati dengan partai pengusung PDI-P pun dikabarkan renggang, sehingga koordinasi antara eksekutif dan legislatif semakin memburuk.
Pemerhati kebijakan publik, Setya Nugroho, menilai duet Bupati–Wakil Bupati gagal menjaga stabilitas politik dan arah kebijakan daerah.
“Kalau pemimpinnya saling tarik urat dan tidak satu komando, jangan harap pembangunan jalan. Sampai sekarang, Pemkab Blitar belum menjalankan program yang benar-benar menyentuh rakyat,” ujarnya.
Dirinya juga mengkritik tajam kepemimpinan Rijanto yang dinilai terlalu tunduk pada manuver politik di internal eksekutif. “Bupati harus berani mengambil keputusan sendiri, bukan mengikuti bayang-bayang wakilnya. Kalau pimpinan eksekutif saling sikut, anggota dewan pengusung pun ikut menjegal, dan rakyat lagi-lagi dikorbankan,” tegasnya.
Kata, Setya, sinyal kuat bahwa Kabupaten Blitar sedang tersandera ego politik elite. Selama Bupati dan Wakil Bupati tidak bersatu dan lebih sibuk mempertahankan gengsi, rapat paripurna yang batal hanyalah gejala awal dari stagnasi pemerintahan yang lebih parah. (*)