SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Pemkot Surabaya menargetkan 153 Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) di seluruh wilayah dapat aktif beroperasi pada pertengahan September 2025. Target ini selaras dengan arahan dari pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sekaligus memperkuat semangat kemandirian ekonomi melalui Kampung Pancasila.
Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan (Dinkopdag) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati menyebutkan bahwa pemerintah pusat menargetkan 80.081 Koperasi Merah Putih se-Indonesia dapat beroperasi pada Oktober 2025. Sedangkan Pemprov Jatim menargetkan koperasi tersebut beroperasi maksimal pada akhir September.
“Kalau targetnya pusat itu Oktober sudah berjalan semua. Targetnya provinsi September akhir. Targetnya kita di pertengahan September harus berjalan semua, kita starting dulu,” ujar Febrina.
Dia menjelaskan bahwa keberhasilan KKMP sangat ditentukan oleh kemitraan strategis, termasuk dengan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Seperti tadi Pak Presiden sampaikan, harus ada hub dengan Bulog, dengan Pertamina, PLN juga,” katanya.
Tak hanya BUMN, Febri juga menyebutkan potensi kolaborasi lain dengan lembaga seperti Samsat dalam pengelolaan Pajak Kendaraan bermotor (PKB) atau opsen daerah. “Mungkin bisa saja Pajak Kendaraan Bermotor, opsen-opsen itu juga bisa kita ambil sebagai bagian dari kinerja koperasi,” jelasnya.
Diungkapkan bahwa Pertamina telah menyampaikan ketertarikan untuk menjadikan koperasi sebagai prototipe pangkalan distribusi LPG. “Pertamina juga sudah sempat sampaikan kepada kami untuk prototipe-nya, mungkin ada beberapa koperasi yang memang bisa dipakai untuk pangkalan dulu,” ujarnya.
Namun demikian, Febri menyadari bahwa pendekatan dengan masing-masing BUMN memerlukan strategi komunikasi yang berbeda. “Tadi Bu Gubernur juga bilang, komunikasi dengan Pertamina pasti beda komunikasi dengan Bulog. Jadi seperti itu, kami Dinas Koperasi harus menjajaki itu,” tambahnya.
Febri menegaskan bahwa Pemkot Surabaya juga menargetkan KKMP sebagai penggerak ekonomi kerakyatan yang dapat menyerap tenaga kerja langsung di tingkat kelurahan.
“Kalau koperasi itu sudah bisa meng-create di level kelurahan, pasti kan dia butuh apa? Misal butuh kurir, butuh packaging, butuh tenaga admin,” ungkapnya.
Saat ini, struktur organisasi koperasi yang dibentuk melalui Musyawarah Kelurahan (Muskel) masih terbatas. Namun, Febri optimistis kebutuhan tenaga kerja ke depan akan tumbuh seiring dengan berjalannya operasional koperasi.
“Kalau sudah kelihatan (berjalan), misalkan satu bulan sudah ada mapping kebutuhan, itu pasti butuh (tenaga kerja) di situ semuanya,” katanya.