Namun, selain memantau jalannya MPLS, Ajeng juga menyoroti persoalan tahunan yang kembali muncul: praktik cabut berkas usai proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) resmi ditutup.
Ia menyebut menerima sejumlah laporan dari masyarakat tentang orang tua yang memindahkan anaknya ke sekolah lain—termasuk sekolah negeri—di luar prosedur yang ditetapkan.
“Ini masalah yang terus berulang setiap tahun. Setelah pagu ditutup, masih ada perpindahan siswa yang dilakukan secara tidak sah. Hal ini jelas mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam sistem PPDB,” tegas Ajeng.
Karena itu, ia mendesak Dinas Pendidikan Kota Surabaya untuk bersikap tegas terhadap sekolah yang terbukti menerima siswa di luar jadwal resmi. Menurutnya, pelanggaran semacam ini tidak boleh dibiarkan tanpa sanksi.
Sebagai langkah lanjutan, Ajeng mendorong agar DPRD, Dewan Pendidikan, dan Dispendik segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan PPDB dan MPLS. Ia berkomitmen untuk mengawal data dan memastikan tidak ada satu pun anak Surabaya yang kehilangan hak atas pendidikan.
“Kalau ada anak yang gagal masuk SMP karena terkendala sistem atau administrasi, kami siap mengawal dan mencarikan solusinya. Semua anak Surabaya berhak atas pendidikan yang adil dan setara,” pungkasnya. (*)