Pasal 16 ayat (4) dan (5): Pengangkatan tenaga profesional serta pemberian kompensasi wajib menggunakan dana dari luar APBN/APBD.
Pasal 21 ayat (2): Menteri berwenang membatalkan perubahan kepengurusan organisasi yang tidak mendapat rekomendasi kementerian.
Pasal 28 ayat (1): Menteri dapat membentuk tim transisi jika terjadi sengketa yang menghambat pembinaan atlet.
“Kalau dikelola oleh pihak yang tidak memahami proses pembinaan, maka prestasi yang dicita-citakan bisa jadi hanya tinggal angan. Kita ingin menuju Indonesia Emas 2045, bukan Indonesia Cemas,” ujar Dudi, yang juga mantan atlet gulat nasional.
Seperti diketahui sebelumnya, sejumlah akademisi dan praktisi olahraga turut menanggapi peraturan ini dengan melakukan kajian kritis. Mereka berharap kebijakan yang menyangkut masa depan olahraga prestasi nasional dapat disusun secara lebih adil, profesional, dan sesuai standar internasional.
Sementara itu, meskipun terdapat polemik dan penolakan dari berbagai kalangan, Dispora Jatim tampaknya tetap bertekad mengambil alih fungsi dan peran pembinaan olahraga prestasi yang selama ini dijalankan oleh KONI Jatim.
Hal ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, mengingat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan secara tegas menyebutkan bahwa KONI adalah lembaga independen, profesional, dan bukan bagian dari struktur pemerintahan. Dalam undang-undang tersebut, KONI diberi mandat utama untuk membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan olahraga prestasi di tingkat nasional, daerah, maupun internasional.
Dengan dinamika yang berkembang, banyak pihak berharap agar Dispora dan KONI dapat segera menemukan titik temu, demi keberlanjutan pembinaan atlet yang sehat dan berprestasi. (*)