Opini  

Menyoal Pencabutan Artikel dan Intimidasi

Menyoal Pencabutan Artikel dan Intimidasi
Marah Sakti Siregar

Namun, secara keseluruhan siaran pers tertanggal 24 Mei 2025 dan ditanda tangani Ketua Dewan Pers DR Komaruddin Hidayat itu, dinilai beberapa tokoh pers dan tokoh media masih terlalu normatif dan kurang tegas.

” Mestinya pengurus DP tidak cuma membuat rilis dan pasif membiarkan pencabutan artikel. Tapi hendaknya disertai juga ikhtiar mengamankan dulu sang penulis dengan menghubungi pihak Polri dan LSPK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), ” kata mantan Anggota Dewan Pers DR Agus Sudibyo.

Setelah penulis aman, tambah Ketua Dewan Pengawas TVRI itu, sebaiknya artikel yang sebelumnya diturunkan, bisa dinaikkan lagi.

“Agar tak timbul kesan Dewan Pers dan juga media detiknews.com kalah dan menyerah pada aksi intimidasi dan teror dari orang yang tak dikenal,” ujarnya, lagi.

Reaksi yang ditunjukkan institusi penegak dan pelindung kemerdekaan pers itu dalam menghadapi kasus intimidasi yang kemudian berujung pada pencabutan artikel opini itu, menurut Ilham Bintang, Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat, terkesan lemah dan kurang berdaya. ” Tidak ada pesan yang menyesali terjadi pencabutan artikel dan imbauan agar jika keadaan sudah aman, Redaksi detikNews.com harus segera memulihkan artikel yang dicabutnya.

“Selain itu, tidak ada juga seruan tegas agar negara dan aparatnya bisa segera mengusut dan menghentikan praktik intimidasi, teror, dan aksi represif lainnya, yang akhir-akhir ini makin sering melanda media dan insan pers Indonesia, ” kata Ilham.

Pertengahan Maret lalu, misalnya, terjadi aksi teror dengan kiriman daging babi ke kantor Majalah Tempo. Kasus ini sudah diadukan ke polisi. Tapi sampai saat ini tak ada kabar beritanya.

Ketua Umum AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia) Wahyu Dhyatmika juga meminta DP agar tidak mendiamkan saja pencabutan artikel tersebut.

“Jangan sampai nanti pihak yang dikritisi atau merasa terusik oleh tulisan atau pemberitaan di media siber, menggunakan pola intimidasi dan kekerasan seperti yang terjadi pada penulis opini di detiknews itu, sebagai cara untuk membungkam kritik terhadap mereka,” tambah CEO Tempo Info Media itu.

Kesan DP pasif dan seperti cepat menyerah kalah karena membiarkan pencabutan artikel opini di detikNews.com itu, mencuat di kalangan wartawan terutama wartawan media siber. ” Kita harapkan Dewan Pers tidak cepat tunduk pada tekanan. Pencabutan artikel di kolom opini detiknews itu, dilihat dari perspektif kebebasan pers, kurang tepat dan sangat melemahkan,” kata Firdaus, Ketua Umum SMSI (Serikat Media Siber Indonesia).

Intimidasi dan teror terhadap mereka yang menulis, mengeritik dan berekspresi di media massa memang harus terus dilawan. Begitu juga siasat pembungkaman kritik melalui modus penghapusan tulisan kritis di media siber.

Untuk itu, Dewan Pers diharapkan konsisten menegakkan aturan yang pernah diberlakukannya pada 2012. Yaitu Pedoman Pemberitaan Media Siber (PMS).
Peraturan tersebut selama ini menjadi acuan kerja semua insan media siber dan resmi disahkan Dewan Pers (DP) dengan SK DP No 1/Peraturan DP/DP/III/2012.
Dalam PMS Butir 5 huruf a disebutkan:

“Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi. Kecuali, terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban, atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.”

Aturan PMS ini sebenarnya sudah lama dipatuhi atau dilaksanakan oleh para redaksi di media siber. Termasuk oleh redaksi detikNews.com.

Buktinya, ketika Yogi meminta tulisannya dicabut, mereka menolak. Sebab harus ada izin atau rekomendasi DP.

Apa pun, pencabutan artikel Yogi di detikNews.com telah memunculkan spekulasi adanya gejala baru tekanan politik atau institusional terhadap media dan ASN–termasuk juga secara tidak langsung para penulis kritis di media yang selama ini menyuarakan kritik mereka terhadap kebijakan pemerintah.

Pembungkaman dan Kejahatan

Makanya, Okky Madasari, akademisi perempuan dan sastrawan, yang mendirikan platform khusus penulisan “Omong Omong Media”, ikut mengecam intimidasi dan ancaman terhadap keselamatan penulis opini di detiknews.com itu.

” Ancaman yang berujung pada dihapusnya tulisan tersebut oleh redaksi detiknews.com merupakan kejahatan, pelanggaran hukum dan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat warga negara Indonesia yang dijamin hukum dan UUD Republik Indobesia, ” kata Okky dalam pernyataan tertulis.

“Omong-Omong Media menuntut pemerintah agar menyelidiki kejahatan ini dan selanjutnya melindungi kebebasan menyampaikan pendapat rakyat Indonesia agar kejahatan seperti ini tidak tetulang lagi di masa yang akan datang.”

Agak disayangkan, belum ada pernyataan resmi yang lebih elaboratif dan bertanggung jawab dari pihak detiknews.com–media yang tergabung dalam Trans Media, grup usaha media besar milik Usahawan Chairul Tanjung–terkait pencabutan artikel tersebut.

Yang jelas, tindakan itu telah menimbulkan kekhawatiran bakal munculnya aksi pembungkaman kebebasan berpendapat dan transparansi dalam praktik lirerasi dan berkomunikasi di media oleh masyarakat biasa dan oleh unsur birokrasi kita.

Nah, di tengah suasana kecemasan atas nasib jurnalisme berkualitas dan kebebasan sipil yang kian menurun itulah, pengurus baru Dewan Pers ke depan diharapkan khalayak bisa menjalankan peran konstitusionalnya dalam menjaga dan melindungi kemerdekaan pers serta kebebasan berekspresi warga negara. (*)