KEDIRI (WartaTransparansi.com) – Upaya mediasi terkait dugaan pemalsuan sertipikat tanah yang diduga melibatkan oknum Pemerintah Desa (Pemdes) Blabak kembali menemui jalan buntu. Pertemuan yang dijadwalkan di Balai Desa Blabak, Kecamatan Blabak, Kabupaten Kediri, yang bertujuan mencari solusi secara kekeluargaan, tidak membuahkan hasil.
Dalam mediasi secara kekeluargaan tersebut, pihak tergugat yang berjumlah tiga orang yakni Sulianto, Sukani dan Arif mewakili ahli waris Imam Subari. Awalnya mereka sepakat mengusulkan agar permasalahan ini diselesaikan melalui jalur meja hijau atau pengadilan.
Usulan itu disampaikan, setelah perwakilan pihak pelapor dari pihak Rakidi membacakan kronologi kasus yang terjadi di Dusun Sumoroto, Desa Blabak. Kasus ini berkaitan dengan aset tanah milik Todi Kromo yang telah diwariskan kepada putranya, Rakidi.
” Izin mbak. Menurut kami cacat hukum atau tidak biar pengadilan yang menentukan, dan saya akan siapkan tim lawyer (pengacara),” kata Sulianto, pada saat proses mediasi berlangsung di Kantor Balai Desa Blabak, Kamis 13 Februari 2025.
Menurut Sulianto dan rekan-rekannya, mereka memiliki bukti kuat atas kepemilikan aset tanah di Desa Blabak, Kabupaten Kediri. Dengan keyakinan tersebut, mereka siap beradu argumentasi di pengadilan dan menolak tuduhan dari pihak keluarga Rakidi. Dalam mediasi yang diwakili oleh aktivis hukum serta putra Rakidi, Matno.
” Sementara ini kami yakin, bukti yang kita miliki legal. Nanti di pengadilan mari kita adu opini. Biarkan di pengadilan yang membuktikan,” terang Sulianto.
Namun, di luar dugaan, sebelum menandatangani berita acara hasil mediasi untuk diteruskan ke pengadilan, para tergugat tiba-tiba meninggalkan lokasi secara sepihak dan terburu-buru tanpa memberikan kepastian hukum.
Menurut Kepala Desa, Tombayaki beberapa tergugat beralasan memiliki keperluan pribadi. Karena itu, pihak desa akan mendatangi mereka untuk memberi pemahaman dan meminta tanda tangan dalam berita acara sesuai hasil mediasi.
“Kami berharap masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan. Jika kedua belah pihak tetap ke jalur pengadilan, kami siap menghormati,” ujarnya.
Sementara itu, Pegiat bidang hukum dan keadilan, Novi Siswati, menilai bahwa dokumen Sertipikat Hak Milik (SHM) atas aset tanah yang dimiliki oleh para tergugat, yakni Sulianto, Sukani, dan Arif (ahli waris Imam Subari), memiliki cacat hukum. Menurutnya, aset tanah tersebut sejatinya merupakan milik keluarga Rakidi, sebagaimana dibuktikan dengan kepemilikan Letter C, sebuah dokumen yang kerap digunakan sebagai bukti kepemilikan lahan secara tradisional di lingkungan pedesaan.
Dalam dokumen Letter C yang masih dimiliki ahli waris Rakidi, tercatat beberapa nama, yaitu Masiran (nomor 504) dan Samsir Talki (nomor 782), yang diketahui hanya sebagai penyewa lahan milik Rakidi di masa lalu. Selain itu, terdapat Letter C (nomor 309) atas nama Koinem, yang merupakan istri dari Todi Kromo dan ibu dari Rakidi.
” Keberadaan dokumen ini menguatkan dugaan bahwa tanah tersebut secara sah masih merupakan milik keluarga Rakidi, sehingga penerbitan SHM atas nama pihak lain patut dipertanyakan legalitasnya,” paparnya.