Tiga Gerakan massal dalam mengawal kemerdekaan pers di Jatim, salah satu di antaranya ialah memberikan kemudahan akses informasi kepada publik, baik fasilitas dalam bentuk sarana prasarana, maupun dalam bentuk MoU antara pihak pihak terkait sebagai “pintu gerbang kemerdekaan pers”, dan keterbukaan informasi publik, dengan harapan dapat berjalan secara profesional dan proporsional.
Langkah awal paling mendasar ialah menjaga dan mengawal jati diri wartawan sejati. Dimana gerakan ini menjadi gerakan massal prioritas dalam menjaga integritas profesi kuli tinta (kuli digital, sekarang). Tentu saja dengan memberikan fasilitas pedoman terhadap tugas jurnalistik dalam proses menulis karya jurnalistik. Tentu saja dengan MoU sekarang-kurangnya Kepolisian (yudikatif), Dewan Pers, Gubernur (eksekutif), dan Ketua DPRD Jatim (legislatif), didukung Forkopimda Kejaksaan dan Kehakiman serta TNI, dalam menjaga kemerdekaan pers secara sungguh-sungguh sesuai dengan nafas pers bebas secara profesional dan proporsional.
Dalam hal fasilitas pendukung itu antara lain, dibutuhkan political will Pemerintah Daerah dalam bentuk kebijakan yang mendukung implementasi kemerdekaan pers secara profesional dan proporsional.
Pertama, bersama kalangan organisasi pers dan organisasi perusahaan pers membuat MoU untuk menjaga independensi pers, dengan memberikan jaminan advokasi kepada semua insan pers dalam melaksanakan tugas kewartawan.
Point ini mempertegas bahwa Provinsi Jawa Timur pers memberikan advokasi terhadap insan pers, tidak sampai dikriminalisasikan, dihalangi halangi dalam proses mencari informasi, tidak ada kekerasan. “Jika ada kasus atau peristiwa segera diadvokasi Tim Khusus sesuai MoU, sehingga bukan menjadi permasalahan berkaitan dengan kemerdekaan pers”.
Kedua, mempertegas sikap sekaligus mendukung perilaku wartawan profesiona yang sungguh-sungguh (bukan wartawan pengganggu), bahwa wartawan yang melakukan tugas mencari informasi sebagai bahan pemberitaan, jika menakut-nakuti, memeras, atau beritikat buruk lainnya, dianggap atau dinilai bukan wartawan, dan segera dilaporkan ke Kepolisian sebagai tindakan pemerasan, sehingga murni dalam penyelesaian hukum secara berkeadilan melalui delik umum, bukan pers dengan menggunakan UU Pers.
Khusus wartawan yang tidak melakukan tugas secara profesional, tidak perlu dilayani dan segera dilaporkan ke Dewan Pers (divisi khusus pencegahan pelanggaran KEJ wartawan atau yang mengaku wartawan) karena bersikap tidak profesional.
Prioritas pada penyandang disabilitas, maka secara khusus sebagai gerakan massal memberikan fasilitas tertentu sesuai kebutuhan para penyandang disabilitas, terutama di PPID Utama atau Media Centre Pemprov Jatim, rumah sakit, dan human utility tertentu. Melalui pembangunan sarana prasarana serta sebagai program prioritas menyediakan tempat dan alat khusus.
Prioritas terhadap peningkatan standar pelayanan informasi publik, khusus VEXATIOUS REQUEST, maka sesuai dengan demokrasi Pancasila, dilakukan MoU antara KI dengan PPID Utama Pemprov Jatim, PPID BUMD, dan PPID Partai Politik, serta PPID Non-pemerintah, sebagai ad hoc.
Sebagaimana diketahui
Ad hoc adalah sebuah istilah dari bahasa Latin yang populer dipakai dalam bidang keorganisasian atau penelitian. Istilah ini memiliki arti “dibentuk atau dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja” atau sesuatu yang “diimprovisasi”. Sehingga Ad Hoc ini khusus Komisi Ad Hoc yang memastikan VR.
Sekadar mengingatkan bahwa Komisi Ad hoc KI secara khusus menerangkan dibentuk untuk jangka waktu tertentu dalam rangka menjalankan atau melaksanakan program khusus. Dalam hal ini Komisi Ad Hoc KI Jatim, khusus memutuskan VR baik sejak permohonan maupun saat sengketa informasi publik.
Sebagai penguatan dari keterbukaan informasi publik di Jatim secara profesional dan proporsional. KI Jatim mengumumkan pada website KI khusus konten PPID secara digital dengan detail. Sehingga peraih penghargaan KI Award tingkat OPD, Kabupaten/Kota, Desa/Kelurahan, dan sejumlah badan publik dengan berbagai katagori sesuai dengan inovasi dan kreatifitas KI dalam meningkatkan kualitas implementasi keterbukaan informasi publik, secara terbuka mengatasi ada pedoman mengenai hal itu. Dalam hal ini KI Jatim memberikan pedoman secara terbuka, disertai indikator penilaian dan bobot penilaian.
Dengan demikian KI Jatim, akan mempercepat amanat Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam hal penyelesaian sengketa informasi dapat disesuaikan 100 hari kerja atau kurang, karena senagian besar pedoman KIP sudah dipublikasikan.Juga membuka semua informasi publik sesuai amanat undang undang dan peraturan perundangan terkait.
Sumbagsih pemikiran di atas menjawab kegalauan bahwa Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Dewan Pers secara nasional dan khusus Jatim, mengalami penurunan di level sangat signifikan, sehingga sangat memperihatinkan, walaupun masih masuk predikat “agak terbuka”.
Pada pertemuan Dewan Pers dengan Forkopimda dan sejumlah informasi ahli juga pihak terkait, Rabu (20/11/2024), di Hotel Sheraton Surabaya, penulis tidak menulis informasi penyampaian nilai hasil survei sebagaimana dimaksud, karena khawatir dapat menggangu “kedamaian” Pilkada 2024. Namun, setelah proses pencoblosan sudah berlangsung sengaja menuangkan berbagai sumbangsih pemikiran untuk Jawa Timur dan untuk kepentingan nasional, terutama kemaslahatan untuk bangsa dan negara. Demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia, terutama warga Jatim
Mengapa? Hari ini pers Indonesia (terutama sejak 5 tahun setelah era Reformasi) sedang tidak baik baik saja. Demikian juga implementasi UU KIP, setelah hampir 16 tahun diundangkan, dan 15 dijalankan belum mencapai derajat sesuai dengan harapan, menjadi bagian terpenting pencegahan korupsi, mengikis budaya feodal “ketertutupan informasi publik”, belum menyadarkan bahwa keterbukaan informasi publik adalah kebutuhan “ibadah dalam bekerja”. Sehingga sama dengan pers, keterbukaan informasi publik, m masih tidak baik baik saja pula, karena sebagian besar masih dimanfaatkan untuk kepentingan pemohon kurang proporsional.
Panas Setahun, Terhapus Hujan Sehari
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu sangat berharap ke depan ada langkah konkrit sebagai penguatan atas kekurangan atau kelemahan dalam implemtasi kemerdekaan pers juga keterbukaan informasi publik.
Kepala Dinas Kominfo Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin, menganggap bahwa hasil survei Dewan Pers khusus untuk Jatim, diibaratkan, seperti pepatah, “panas setahun dihapus dengan hujan sehari”. Tanpa memberikan penafsiran berlebihan hal itu berkaitan dengan penolakan atau VR dari KI terhadap permohonan Aliansi Jurnalis Independen Surabaya. Sehingga menjadi bagian penilaian hasil survei IKP 2024 Jatim mengalami kemerosotan.
Juga beberapa catatan kekerasan terhadap wartawan yang sudah tidak perlu lagi, karena permasalahannya sangat ringan dan sepele. Bahkan karena “ketertinggalan pengetahuan dan informasi” petugas di level tertentu, menjadi penghambat. Hal itu semakin kuat karena fasilitas terhadap kalangan disabilitas juga masih rendah.
Sebagaimana diketahui
Indeks Kebebasan Pers di Jatim terjun payung pada posisi sangat memperihatinkan, nomor 33 dari 38 provinsi.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu melalui rilis survei IKP 2024 di Jakarta, Selasa (5/11).
Indeks Kebebasan Pers (IKP) Provinsi Jatim 2024 menurun secara signifikan. Dimana IKP Jatim hanya mendapat nilai 67,45 (agak bebas). Angka ini menempatkan Jatim di urutan enam terbawah.
Hasil IKP Jatim juga berada di bawah IKP nasional yang mendapatkan nilai 69,93. Pada tahun sebelumnya atau 2023, skor IKP Jatim sangat tinggi 76,55 (cukup bebas). Berada di urutan 16 secara nasional. Artinya, tahun ini ada penurunan nilai sangat signifikan mencapai 9 poin.
Tidak hanya di Jatim, IKP nasional pada 2024 juga turun dalam dua tahun berturut-turut. Pada 2023, IKP nasional 71,57 dan 77,88 pada 2022. ’’Penurunan IKP ini memperlihatkan bahwa kondisi pers nasional yang tidak sedang baik-baik saja,’’ kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
Dikatakan, penurunan IKP tersebut menunjukkan bahwa ekosistem pers di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius. Terutama karena lingkungan ekonomi, hukum, dan politik yang memengaruhi angka IKP. Lingkungan ekonomi, misalnya. Media masih sangat bergantung pada kerja sama dengan pemerintah daerah.
Ketergantungan ini, lanjut Ninik, dianggap memengaruhi independensi media dalam menjalankan fungsi kontrol sosial. Penurunan pendapatan iklan di media massa karena kini banyak dialihkan ke platform media sosial. “Kami berharap belanja iklan pemerintah lebih dialokasikan ke perusahaan pers untuk mendukung keberlangsungan pers,’’ harap Ninik.
Sementara itu, Anggota Dewan Pers dan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Atmaji Sapto Anggoro menjelaskan bahwa nilai rata-rata IKP dipengaruhi tiga variabel. Yakni, lingkungan fisik politik, ekonomi, dan hukum. Nah, khusus lingkungan ekonomi, skornya rendah dikarenakan lemahnya independensi terhadap kelompok kepentingan serta tata kelola perusahaan pers.
Untuk variabel lingkungan hukum, indikatornya antara lain terkait perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dan ancaman hukum terhadap kemerdekaan pers.
Misalnya, penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
’’Kekerasan dan serangan digital terhadap insan pers, terutama ketika melaporkan kasus korupsi atau isu lingkungan, juga menjadi faktor yang membuat kemerdekaan pers menurun,” ungkapnya.
Survei IKP tersebut dilaksanakan pada Mei-September 2024 di 38 provinsi se-Indonesia. Dalam survei ini, Dewan Pers melibatkan sebanyak 407 informan ahli. Perinciannya, 393 informan ahli dari 38 provinsi dan 14 informan ahli tingkat nasional atau National Assesment Council (NAC).
Provinsi dengan nilai IKP tertinggi 2024 ditempati Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan nilai 80,91. Kalsel tercatat sebagai satu-satunya provinsi yang berstatus “Bebas”. Artinya, kebebasan pers di Kalsel mendapatkan predikat nilai baik. Di sisi lain, Papua Tengah menjadi provinsi dengan skor IKP terendah (61,34). Lalu, Lampung (62,04), dan Maluku (65,61).
Dari hasil survei IKP tersebut, Dewan Pers berkesimpulan, setidaknya ada delapan indikator yang mesti menjadi atensi untuk diperbaiki. Beberapa di antaranya, kebebasan dari kekerasan, kebebasan dari intervensi, akurasi dan keberimbangan.
Selain itu, kesetaraan untuk kelompok rentan, independensi dari kelompok kepentingan yang kuat. tata kelola perusahaan, independensi dan kepastian hukum lembaga peradilan.
(penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dalam kasus pemberitaan membuat indikator ini memiliki angka rendah (68,43 dan 67,14). Demikian juga dengan penanganan kasus pers yang menggunakan instrumen lain di luar UU Pers dan mekanisme kerja sama Polri-Dewan Pers.
Kekerasan dan serangan digital terhadap insan pers, paparnya, juga menjadi salah satu indikator penting yang membuat kemerdekaan pers merosot. “Ini beberapa kali terjadi saat media memberitakan kasus korupsi maupun isu-isu lingkungan,” ungkap Sapto.
“Kemerdekaan Pers” sudah mengalir deras seperti air bah (banjir besar) dengan aliran dari hulu hingga hilir semakin liar. Kemerdekaan menjadi alat pemerasan dan tindak kriminal terselubung. Sementara karya jurnalistik, sudah terkikis habis dengan perilaku wartawan plagiat dengan budaya copy paste). Juga kecanggihan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, dimana mampu mengkondisikan komputer untuk melakukan berbagai fungsi dalam menulis informasi, maupun menyusun kontruksi berita atau bentuk lain.
“Kemerdekaan Pers” di pinggir jurang dalam juga terjal bebatuan. Tetapi semua adalah kehendak Sang Pencipta, kembali kepada kemerdekaan pers sejati, paling hakiki, jujur, berbuat baik, cover both said, akurat, benar, tepat, terhormat dan selalu menjunjung tinggi derajat sebagai bagian dari perjuangan rakyat memperoleh harkat dan martabat sebagai bangsa hebat.
“Keterbukaan Informasi Publik” sebagai penyanggah demokrasi kerakyatan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai penguatan menjaga Hak Asasi Manusia, secara sadar membuka informasi dengan sungguh-sungguh sebagai kebutuhan berbangsa, bernegara, dan beragama. Dengan landasan Akhlaqul karimah (berbudi pekerti luhur).
“Kemerdekaan Pers” dan “Keterbukaan Informasi Publik” adalah dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan dengan nilai kehormatan begitu tinggi. Masing masing saling memberi penguatan menuju pondasi paling kuat, transparansi informasi sejati, bertanggung jawab dan bermartabat. (*)