Opini  

Hari Lahir Pancasila Momentum Strategis Berbangsa dan Bernegara

Hari Lahir Pancasila Momentum Strategis Berbangsa dan Bernegara
Muchamad Taufiq

Oleh Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H

Hari ini tepatnya satu Juni, 79 tahun silam, Ir. Soekarno menyampaikan pidato fenomenalnya dalamm persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Terdapat 3 pembiacara yang membahasa dasar negara yaitu Mr. Soepomo, Mr. Moh. Yamin, dan Ir. Soekarno yang menyampaikan 5 prinsip dasar negara. Momen inilah yang menjadi dasar ditetapkannya Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni, berdasarkan Keppres No. 24 Tahun 2016.

Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 2 Tahun 2024, telah mengatur tema untuk merayakan Hari Lahir Pancasila 2024. Tema yang diusung adalah “Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045”.

Sebuah tema yang selaras dengan perjalanan bangsa kita yang baru saja menggelar perhelatan akbar Pemilu. Ibarat pagelaran seni budaya wayang, semua proses pagelaran telah selesai. Sudah saatnya masyarakat segera move on dari hiruk pikuknya pemilu. Presiden dan Wakil Terpilih sudah ditetapkan.

Para Annggota Legislatif juga demikian. Saat ini dan seterusnya adalah cancut taliwanda semua komponen bangsa untuk menatap masa depan yang gemilang dengan Pembangunan yang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kata “persatuan” memiliki makna mendalam. Kata ini tertulis dengan tinta emas sebagai sila ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”. Kalimat ini mudah ditulis, ringan diucapkan namun berat untuk dijalankan. Fenomena dewasa ini semakin menunjukkan beratnya perjuangan untuk mewujudkan persatuan karena masyarakat mudah bercerai-berai, generasi muda rawan berpecah-belah.

Sejarah mencatat bahwa decade 1908, 1928, 1945 merupakan puncak-puncak persatuan untuk mewujudkan kemerdekaan. Namun kita tidak bboleh lupa, bahwa mempertahankan kemerdekaan dengan persatuan jauh lebih sulit tantangannya.

Tidaklah semua negara suka dengan eksistensi Indonesia yang kuat. Maka membuat lemah sebuah negara adalah cara baru negara-negara modern untuk menguasai antara satu dan lainnya.
Kalimat sakti Mpu tantular dalam Kitab Sotasoma adalah pelajaran berharga.

Sesanti “Bhinneka Tunggal Ika” bukan sekedar selogan kosong namun harus dimaknai secara utuh dan diniati dengan itikad baik untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi jika kita lihat terusan kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” adalah “Tan Hanna Dharma Mangrwa” artinya tidak ada pengabdian yang mendua terhadap negara dan bangsa. Sehingga kepentingan negara haruslah diletakkan lebih tinggi dari kepentingan golongan maupun individu guna terwujudnya masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

Berbagai macam masalah yang timbul saat ini, tingginya perilaku korupsi, kejahatan narkoba, belum tegaknya keadilan adalah sebab dari lemahnya pemahaman atas nilai-nilai luhur budanya bangsa.

Tenggelamnya nilai-nilai juang kepahlawanan disemua kalangan menjadi pelengkap lemahnya karakter dalam berbangsa dan bernegara. Kita patut menyadari bahwa saat ini terdapat gejala lemahnya pengamalan nilai-nilai agama, sistem sentralisasi terkadang mengabaikan kepentingan daerah, kurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap kemajemukan semakin melengkapi permasalaha di masyarakat. Disisi lain ketimpangan ekonomi masih menjadi bandul pemberat menuju tercapainya keadilan sosial.

Kurangnya keteladanan dalam sikap dan prilaku para pemimpin menjadi alasan masyarakat untuk tidak tertib dan abai terhadap kebaikan.

Memposisikan hukum sebagai panglima ibarat menegakkan benang basah. Hukum belum maksimal sebagai alat kontrol sosial.

Sementara sengitnya pertarungan budaya lokal dengan pengaruh global adalah alat ukur kemampuan budaya daerah. Terkadang implementasi otonomi daerah belum sesuai dengan semangat konstitusi.

Jika kita menyadari dengan sesadar-sadarnya, semua pengaruh yang dapat kita kategorikan sebagai masalah internal itu berkaitan dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur dalam Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.

Menjadi penting untuk memaknai peringatan hari lahir Pancasila tidak sekedar seremoni belaka. Peringatan ini harus menjadi alat yang berfungsi sebagai charger moral kita disetiap tahun untuk segera meninggalkan hal-hal yang kurang baik dimasa lalu dan menyiapkan diri menjadi manusia Indonesia yang lebih baik dimasa mendatang.

Tanpa kesadaran yang paripurna untuk meletakkan dasar kebaikan goodfaith dalam diri kita, sangatlah sulit mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun era kencana rusmini 2045 harus sekuat tenaga kita perjuangkan dan wujudkan Bersama
Dua puluh satu tahun mendatang bukanlah waktu yang panjang untuk menyiapkan karakter manusia agar berkualitas. Karena membangun karakter manusia adalah pekerjaan yang kompleks. .

Harus kita ingat bahwa menuju bangsa yang besar adalah menyiapkan mindset masyarakatnya dengan baik. Masyarakat yang dimaksud adalah orang-orang saat ini yang tengah memiliki berbagai kewenangan (relasi kuasa) dan generasi muda yang nanti akan memegang tongkat estavet kepemimpinan disemua bidang kehidupan. Semoga peringata Hari Lahir Pancaisla 2024 menjadi moral force semua pihak untuk memulainya dengan lebih baik.

*) Penulis adalah Akademisi ITB Widya Gama Lumajang dan
Narasumber Wawasan Kebangsaan serta Leaderships Manajemen Bersertifikat.