Bila disetarakan dengan permainan Liga, tentu federasi sepakbola Indonesia yaitu PSSI telah mengacu low of the game, statuta FIFA, dan seterusnya menyiapkan perangkat pertandingan yang netral, fair play dan bertindak adil saat bertugas.
Faktanya, oknum yang memiliki kewenangan sebagai petugas seharusnya bisa rule of the game memberikan keputusan yang kontroversial. Belum lagi, pihak yang seharusnya tidak boleh terlibat malah memberikan keberpihakan. Bukan lagi, offside atau terjadi pelanggaran, namun sudah menjurus pada tindakan keluar jalur fair play dan demokrasi. Main hakim sendiri.
Sekarang tentu tidak sekedar berandai-andai, rakyat tentu butuh kepastian dalam perjalanan NKRI menuju era Indonesia emas 2045. Kepiawaian rezim Jokowi melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur memang luar biasa sebanding dengan utang ribuan triliun yang menjadi warisan rakyat.
Hal lain, rekam jejak para kandidat capres cawapres gampang untuk di-klik masyarakat. Aktivis, para pejuang demokrasi, dan elit politik pasti telah meramu arah para kandidat untuk masuk dalam tim sukses. Apalagi, kalangan organisasi keagamaan telah mengerucutkan sikap untuk menimang calon yang dianggap bisa memberikan sumbangsih kebaikan.
Sebetulnya, dari pandangan hukum ketatanegaraan banyak pengamat guru besar menilai rezim Jokowi sering melakukan akrobatik hukum dengan menerbitkan perpu pengganti UU. Apalagi kesakralan UUD 1945 sudah runtuh akibat amandemen yang mengikuti pesanan penguasa dan pemodal. Tanpa terasa telah terjadi pembusukan konstitusi dan penjajahan model baru. Semoga bangsa ini bisa terhindar dari para pemimpin culas. Sehingga Indonesia segera bangkit sebagai negara Adidaya, baldathon Thoyyibatun warobbul ghofur. Aamiin ya arhamarrahimiin. (*)