Oleh Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H.
“TNI Patriot NKRI: Pengawal Demokrasi untuk Indonesia Maju” merupakan tema yang diusung dalam HUT ke-78 TNI kali ini.
Undang-undang mengenai pertahanan dan keamanan negara merupakan konsekuensi logis dari prinsip yang menempatkan urusan pertahanan dan keamanan sebagai kepentingan rakyat. Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sebagai komponen utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Jika demikian, bagaimanakah posisi TNI berkaitan dengan Pemilu 2024?
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono telah mengeluarkan lima perintah yang wajib ditaati prajurit TNI di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Netralitas TNI Pada Pemilu 2024 sebagai berikut: 1)Tidak memihak dan tidak memberi dukungan kepada Partai Politik manapun beserta Paslon yang diusung serta tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis; 2)Tidak memberikan fasilitas tempat/sarana dan prasarana milik TNI kepada Paslon dan Parpol untuk digunakan sebagai sarana kampanye; 3)Keluarga Prajurit TNI yang memiliki hak pilih (Hak individu selaku Warga Negara), dilarang memberi arahan dalam menentukan hak pilih; 4)Tidak memberikan tanggapan , komentar dan mengupload apapun terhadap hasil quick count sementara yang dikeluarkan oleh Lembaga Survey; 5)Menindak tegas Prajurit TNI dan PNS yang terbukti terlibat politik praktis, memihak dan memberi dukungan Partai Politik beserta Pasangan Calon (Paslon) yang diusung.
Dasar filosofisnya, bahwa TNI sebagai alat pertahanan NKRI, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
Wajib dimaklumi bahwa TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel (UU No. 34/ 2004).
Berkaitan dengan diksi ‘netralitas TNI’, memang TNI perlu menjawab dengan pernyataan dan tindakan nyata. Sering kali kegagalan dalam proses politik seringkali mengkambinghitamkan TNI sebagai salah satu unsur penyebabnya. Bahkan terkadang pikiran, sikap dan tindakan netral TNI masih diposisikan tidak netral oleh pihak-pihak tertentu demi interest tertentu pula. Seakan tugas penting mengawal pertahanan dan keamanan negara yang dipanggul dipundak TNI justru bersamaan dipasungnya kaki dan tangan prajurit TNI dengan berbagai isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengertian Netralitas anggota TNI dan Polri terhadap tugas eksekutif dan yudikatif dalam pemerintahan adalah tidak membawa kepentingan parpol dan hanya bertindak atas dasar sikap profesionalisme (Aswin Eka Adi& Herman: Jurnal). Sementara Woodrow Wilson berpendapat bahwa birokrasi pemerintah berfungsi melaksanakan kebijakan politik, sehingga birokrasi itu harus berada di luar kajian politik.
Birokrasi dalam penyelenggaraan NKRI adalah semua Lembaga resmi yang diselenggarakan oleh dan demi kepentingan negara. Sedangkan pelaku birokrasi adalah semua insan yang bekerja demi kepentingan negara dan dibayar/digaji dengan uang yang berasal dari anggaran pemerintah, salah satunya adalah TNI dan Polri.
Dengan demikian, netralitas birokrasi meliputi semua aspek sistem dan pelaku dalam penyelenggaraan sistem politik/pemerintahan/ administrasi publik NKRI, termasuk di-dalamnya netralitas PNS dalam konteks manajemen PNS atau kepegawaian negara. Jadi yang dituntut memiliki sikap netralitas hakikatnya bukan TNI saja namun semua unsur yang termasuk dalam birokrasi.
Perintah Panglima TNI adalah bentuk menjaga netralitas prajurit TNI secara konsisten menjelang Pemilu serentak 2024. Integritas dan profesionalitas TNI aktif penting diwujudkan dengan bersikap netral dan tidak melakukan politik praktis. TNI dilarang berpihak kepada kepentingan pihak manapun dalam kontestasi Pemilu 2024.
Harapannya adalah TNI, Polri dan ASN selaku aparatur negara, harus bersikap profesional, adil, tidak diskriminatif atas dasar kepentingan kelompok, golongan atau politik. Hal ini dimaksudkan agar aparatur negara tidak menjadi kekuatan yang dimanfaatkan untuk mengarahkan ASN dan masyarakat pada kekuatan politik tertentu, yang berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Panglima Besar Jenderal Sudirman berpesan bahwa “Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat. Tentara tidak lain dan tidak lebih dari salah satu bagian masyarakat yang mempunyai kewajiban tertentu. Pelihara TNI, pelihara angkatan perang kita, jangan sampai TNI dikuasai oleh partai politik manapun juga. Ingatlah, bahwa prajurit kita bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya. Kita masuk dalam tentara karena keinsyafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara. Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, yaitu mempertahankan kedaulatan.
Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh”. Dirgahayu TNI. (*)
*) Penulis adalah Akademisi ITB Widya Gama Lumajang, Koord. Pengajar MK. Pancasila dan Kewarganegaraan dan Pengurus APHTN-HAN Provinsi Jawa Timur.