SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Tiga orang santriwati dan seorang ustazah dalam dakwaan dugaan pencabulan ustaz Muhammad Fahim Mawardi atau Kiai Fahim, pengasuh Pondok Pesantren Al-Djaliel 2, Jember berencana melaporkan balik pelapor yang juga istri dari sang kiai. Ancaman lapor balik ini diungkapkan lantaran ke empat wanita yang dalam dakwaan disebut korban pencabulan itu menganggap perkara tersebut adalah fitnah.
Paralegal Ustazah AN dan 3 santriwati Ponpes Al-Djaliel 2 yang dalam dakwaan disebut korban pencabulan, Muhammad Ali Ridho alias Babe Aldo mengatakan, pihaknya memang berencana melakukan laporan balik terhadap pelapor perkara pencabulan Kiai Fahim. Pelapor, diketahui merupakan isteri dari Kiai Fahim sendiri, yakni HA.
“Kita sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait dengan ini, untuk kemudian kita lakukan laporan balik terhadap pelapor dalam perkara Kiai Fahim,” tegas Babe Aldo, Selasa (22/8).
Ia menambahkan, dasar laporan balik ini adalah kekecewaan dari tiga orang santriwati Ponpes Al-Djaliel 2, yang dalam dakwaan disebut sebagai korban pencabulan. Apalagi, dalam amar putusan hakim Pengadilan Negeri Jember, dakwaan sebagai korban pencabulan tersebut akhirnya tidak terbukti.
“Awalnya kan disebut ada belasan korban. Hingga dalam dakwaan disebut 3 santriwati dan seorang ustazah. Waktu vonis tinggal 1 korban. Dan itu pun bukan santriwati. Korbannya adalah ustazah usia 20 tahun dan amar putusannya tidak terbukti adanya pencabulan,” pungkasnya.
Ia menyebut 3 santriwati ini akan melakukan upaya hukum lapor balik karena alasan dampak dari perkara ini. Sebab, usai vonis dijatuhkan pada sang kiai, istilah korban pencabulan masih dirasa melekat pada diri mereka. Sehingga, masih kerap timbul fitnah yang merugikan ketiga santriwati ini.
“Dampaknya, masih ada fitnah yang kami terima. Karena selama ini dianggap sebagai korban pencabulan,” tegas salah satu santriwati.
Babe Aldo menambahkan, selama ini ketiga santriwati mengaku masih mendapatkan intimidasi dari pihak pelapor dan penyidik perkara tersebut.
“Kita masih kumpulkan bukti-bukti tersebut. Dan sesuai bukti visum et repertum yang terlampir difakta persidangan, keempat korban ini tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual dan tanda keperawanan masih utuh. Dan ini menjadi bukti kuat bagi kami untuk melaporkan si pelapor,” tegasnya.
Judul: Korban Pencabulan Kiai Fahim Jember Angkat Bicara, Begini Ceritanya
Laporan: Erwin Yohanes/Surabaya
Tak terima disebut sebagai korban pencabulan dari ustaz Muhammad Fahim Mawardi atau Kiai Fahim, pengasuh Pondok Pesantren Al-Djaliel 2, Jember, Ustazah AN pun angkat bicara. Ia pun menegaskan, selain merasa tak pernah dicabuli ia juga mengaku sebagai istri yang sah secara agama dari Kiai Fahim.
Pengakuan Ustazah AN ini diungkapkannya di Surabaya, Selasa (22/8). Ia pun tak sendiri. Ia bersama dengan 3 orang santriwati yang dalam dakwaan Kiai Fahim juga disebut sebagai korban pencabulan. Meski, pada saat vonis, hakim menyatakan ketiga santriwati tersebut tak terbukti turut dalam korban pencabulan.
“Saya menikah secara siri dengan Buya (Kiai Fahim),” ujarnya membuka pembicaraan.
Ia pun menambahkan, selama ini dirinya tidak pernah dipaksa menikah oleh Kiai Fahim. Ia bahkan mengaku secara sukarela melakukan pernikahan tersebut.
“Pernikahannya sah. Ada wali, dan ada dua saksi, ada maharnya juga. Menikah di Banyuwangi, wali hakim. Pakai mahzab Hanafi,” ujarnya.
Ia mengakui jika pernikahan yang dilakukannya bersama dengan sang kiai belum sempat dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Sehingga, hingga kini pernikahan yang dilakukannya masih disebut sebagai pernikahan siri. “Iya masih siri, belum (dicatatkan di KUA),” tambahnya.
Soal latarbelakang mengapa pernikahannya tersebut sampai terjadi, AN menyebut hal itu dilandasi intensitas pertemuan dengan Kiai Fahim yang sering terjadi. Sehingga, agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kedua belah pihak sepakat untuk menikah.
“Sering inten bertemu, Buya (Kiai Fahim) sering menceritakan tentang keluarganya. Untuk menghindari hal-hal yang haram, maka Buya menikahi saya dan saya dinikahi dengan sukarela, tidak dipaksa atau ditipu, sekalipun Buya memiliki wewenang atau tidak saya tetap dinikahi,” ungkapnya.
Soal tudingan korban pencabulan yang diarahkan padanya dan 3 santriwati lainnya, ia pun dengan tegas membantah. Sebab, selama menikah hingga kini, dirinya belum pernah melakukan hubungan suami istri. Hal itu, diperkuat dengan hasil visum yang menyatakan dirinya masih perawan. Demikian juga dengan 3 santriwati lainnya.
“Saya belum pernah melakukan hubungan (suami istri),” katanya.
Ia mengakui, jika perkara yang membelit Kiai Fahim ini terasa janggal, lantaran sebagai orang yang dianggap korban dalam perkara ini justru dirinya. Padahal, dalam konteks ini dirinya adalah istri sah secara agama dari Kiai Fahim.
Ia pun membenarkan, jika dirinya menikah dengan Kiai Fahim disaat biduk rumah tangga sang kiai tengah goncang. Selama 3 bulan, sang kiai mengaku sudah pisah ranjang dengan sang istri. “Betul (3 bulan pisah ranjang),” katanya.
Ia pun berharap, sang Kiai dapat dibebaskan dari proses upaya banding yang sudah dilakukan. Sebab, dalam perkara ini tidak ada korban yang menjadi pelapor atas perkara dugaan pencabulan tersebut.
“Saya berharap beliau dapat dibebaskan,” tegasnya.
0Diketahui, Ustaz Muhammad Fahim Mawardi atau Kiai Fahim, pengasuh Pondok Pesantren Al-Djaliel 2 di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember, divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Jember. Ia dianggap terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yakni pasal 6 Undang-Undang no 12 tahun 2022 tentang kekerasan seksual. Ia pun divonis 8 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. (*)