Opini  

Larangan Nikah Beda Agama Halangi Kebebasan Beragama?

Larangan Nikah Beda Agama Halangi Kebebasan Beragama?

Demikian juga larangan Agama Katholik dalam konteks tersebut. Menurut agama Katholik, perkawinan adalah sebuah sakramen atau sesuatu yang kudus dan suci. Salah satu halangan tercapainya tujuan perkawinan adalah adanya perbedaan agama antara suami istri (Kanon 1086).

Apabila kedua calon suami istri menyepakati melakukan perkawinan menurut satu agama tertentu, agama Islam misalnya, maka pasangan yang beragama selain Islam secara otomatis masuk Islam karena di dalam perkawinannya terdapat bacaan syahadat masuk Islam. Begitu juga jika perkawinannya dilakukan menurut agama Katholik, maka pasangan yang beragama selain Katholik pun secara otomatis masuk agama Katholik karena menurut agama Katholik perkawinan adalah sebuah sakramen, sesuatu yang kudus dan suci. Apabila perkawinannya dilakukan menurut agama Kristen, maka salah satu pasangan yang bukan beragama Kristen juga secara otomatis masuk agama Kristen karena perkawinannya diteguhkan dan diberkati secara Kristiani.

Dengan demikian, SEMA Nomor 2 Tahun 2023 yang memberi pedoman supaya perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan tidak bertentangan dengan moderasi beragama karena hal itu sudah menjadi ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hukum semua agama.

Tegasnya, putusan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 supaya Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan kawin beda agama dapat diterima karena semua agama melarang perkawinan beda agama. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 8 (f) pun melarang perkawinan antara dua orang yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin, padahal semua agama melarang kawin beda agama.

Prasyarat Ketundukan Diri

Apabila ada perkawinan beda agama, maka salah satu pihak harus menundukkan diri pada agama pasangannya. Mahkamah Agung telah memberikan penjelasan, perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan (Surat Mahkamah Agung Nomor 231/PAN/HK.05/1/2019 tanggal 30 Januari 2019).

Salah satu syarat kawin beda agama adalah salah satu pasangan menundukkan diri kepada agama pasangannya. Maksud menundukkan diri di sini adalah berpindah agama ke agama pasangannya. Apabila pasangan suami istri tersebut melaporkan perkawinannya ke Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), seharusnya Dukcapil menyaratkan suami atau istri yang bersangkutan mengganti agama dalam KTP dan administrasi kependudukannya karena sudah berpindah agama.

Apabila perkawinan beda agama itu diajukan permohonan pencatatan perkawinan ke Pengadilan, sudah semestinya Pengadilan menolak karena perkawinannya tidak sah sebab semua agama melarang kawin beda agama. Jelas, sahnya perkawinan harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Afirmasi SEMA Nomor 2 Tahun 2023 supaya Pengadilan menolak permohonan pencatatan perkawinan beda agama dapat diterima karena perkawinannya tidak sah sebab agama melarang perkawinan beda agama. Kantor Dukcapil, saat menerima laporan pendaftaran perkawinan, harus menyaratkan agama dalam KTP dan administrasi kependudukan serta persyaratan perkawinan diganti agama sesuai agama yang digunakan saat pelaksanaan perkawinan karena sesungguhnya calon pasangan yang bersangkutan sudah berpindah agama.

Berdasarkan narasi dan analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tidak menghambat pembangunan moderasi beragama, utamanya dalam konteks kebebasan beragama, karena semuanya dikembalikan kepada pilihan sendiri dan kerelaan pasangan yang bersangkutan. (Dikutip dari Laman Kemenag RI)