Opini  

Menonton Langsung Pertandingan Indonesia Versus Argentina di Senayan

Menonton Langsung Pertandingan Indonesia Versus Argentina di Senayan
Menonton langsung kesebelasan Indonesia versus Argentina di Stadion Gelora Bung Karno (SGBK), 19 Juni.

Oleh Wina Armada Sukardi

SAYA beruntung. Manakala sedang menjadi panitia perkawinan sepupu pada hari Sabtu, dapat warta, saya berhasil memperoleh tiket pertandingan kesebelasan Indonesia versus Argentina yang akan dilaksanakan pada hari senin malam.

Harapan itu sempat menipis, karena sampai senin pagi tiket belum dapat. Oleh sebab itu mengantisipasi skenerio terburuk tak jadi dapat tiket, saya sudah menyiapkan diri untuk menonton bersama keluarga di televisi. Kebetulan di rumah kami ada televisi 75’’ di ruang keluarga tempat kami menonton bersama. Saya pun sudah meminta anak membeli kacang dan pagangan lain untuk acara nonton di rumah.
Jelang siang hari peroleh tiket terwujud: Saya dapat tiga tiket di VIP Timur. Bentuknya kain gelang yang ada barcodenya di tengah.
Jika gelang tiket dipakai di lengan, dapat diperkecil, tapi tidak dapat lagi dibuka tanpa merusak pengatur ikatannya di tengah. Sebaliknya, jika gelang tiket diperkecil, pengikat warna hitam itu dapat berfungsi.
Saya pergi bersama seorang anak kami yang pengemar bola, dan seorang adik. Kami datang tidak terlalu sore, melainkan mendekati jam pertandingan.

*Masih Ada Tukang Catut*
Kami turun di FX mall, dan berjalan kaki menuju venue yang berada tak jauh di seberang mall.

Tentu di sekitar komplek stadion utama sudah penuh manusia. Selain penonton, ada banyak pula para penjual. Baik penjual aksesoris buat nonton sepak bola seperti jersi, ikat kepala dan lainnya, tak ketinggalan penjual makanan dan minuman.

Menarik lagi, masih ada juga para tukang catut. Jelang berlangsungnya pertandingan, mereka masih berani menjual dan menbeli karcis! Memang saat itu ada penonton yang sudah datang, tapi belum memiliki karcis. Itulah penonton yang spekulatif. Mungkin khas penonton Indonesia.
Kesempatan itu, nampaknya, dimanfaatkan oleh beberapa manusia yang berniat jahat. Mereka memalsukan gelang tiket. Lalu menawarkannya kepada penonton yang belum punya tiket.
“Ini benar gak tiketnya?” tanya seorang penonton kepada penjual tiket yang mungkin palsu.
Percakapan itu sempat kami dengar belum jauh dari gerbang masuk, saat kami berjalan.
“Dijamin asli,” jawab penjual tiket, suaranya suara perempuan.
“Kalau perlu kami anter sama pintu,” kata penjualnya.

Penuh Sampah
Setelah itu kami tidak mengetahui kelanjutannya, karena harus terus berjalan. Kalau tidak terus berjalan, kami bakal terlambat menyaksikan pertandingan.

Di tempat pemeriksaan pertama, berupa berbagai pembatas besi-besi panjang, saya terkejut. Di lingkungan disana sudah seperti tempat sampah. Botol-botol dan makanan tersebar dan bertumpuk-tumpuk dimana-mana. Kotor.

Saya bertanya-tanya kenapa demikian? Ternyata itu dampak tidak boleh bawa makanan dan minuman ke stadion. Padahal banyak penonton yang membawa makanan dan minuman. Walhasil mereka harus merelakan makanan dan minumannya tak terbawa. Rupanya makanan dan minumannya dilempar dan diletakan begitu saja semaunya, sehingga menyerupai sampah yang berserakan. Apalagi memang panitia sendiri tidak mengantisipasi hal ini sehingg tidak menyediakan tempat sampah untuk botol-botol dan makanan yang terbuang.

“Lolos” dari pemgawasan itu kami masuk ke “pintu pengawasan” kedua. Disana masih ada botol-botol berserakan, tapi jumlahnya sudah tidak sebanyak yang pertama.
Disini barcode gelang tiket kami discan. Selepas dari sini kami tinggal memilih zone pintu gerbang berapa. Kami dapat zone 7, sedangkan kami berada di zone 5. Ke sebelah kiri zone lebih kecil, dan ke kanan zone lebih besar. Maka kami harus berjalan lebih dahulu ke sisi kanan.

*Penonton Menutup Gang Masuk*
Di pintu masuk zone 7 sudah tidak terlalu banyak penoton yang mengantri. Kami dapat masuk dengan mudah menaiki tangga.

Di depan pintu masih ke stadion ada petunjuk arah. Nomer urut kecil kekiri dan yang lebih besar ke kanan. Tiket kami no 100,101 dan 102. Jadi kami ke kanan.

Di depan gang masuk stadion nomer kursi kami, agak aneh, banyak orang berdiri disitu. Mereka menutupi gang tempat orang lewat. Kami masuk dengan susah ke dalam.

Sulit Mencari Raw
Di dalam sendiri, di tangga sudah penuh orang berdiri.
Raw atau shaf kami ada di 28. Tapi karena informasi angka raw kecil berada ujung bawah setiap raw, banyak orang menjadi sulit mengetahui dimana raw atau shaf mereka berada.

Kami pun yang sudah terbiasa menonton di Stadion Gelora Bung Karno (SGBK) ini, masih keburu berjalan agak ke bawah dekat lapangan, padahl raw 28 ada di tengah. Walhasil kami harus berbalik kembali mencari raw 28. Rupanya letaknya hanya satu bangku setelah pintu masuk.

Sesudah nomer raw dapat, urusan belum selesai. Pertama kami tidak menemukan bangku kami. Baru setelah setelah kami urut nomernya, ternyata tiga kursi kami semuanya sudah diduduki oleh penonton lain tanpa rasa bersalah.

Saya ingat pelajaran sosiologi. Dalam kerumuman, kita harus jelas dan tegas. Maka dengan sikap penuh keyakinan dan ketegasan tanpa basa-basi, saya katakan kepada mereka yang menempati tempat duduk saya,” Maaf, ini nomer tempat duduk kami. Izin kami mau duduk. Tolong pindah!”
“Beruntung” ketiga penonton itu “menyerah tanpa syarat” alias mau pergi dengan kesadaran. Duduklah kami di tempat duduk kami sesuai nomer tiket kami.

Terhalang Penonton Berdiri
Siapkan menyaksikan pertandingan?
Belum. Di tangga dan di depan kami rupanya masih banyak penonton yang berdiri. Saya perhatikan lengan mereka: adakah gelang tiket di tangannya?
Beberapa jelas ada tiket di tangannya. Sedangkan sebagian besar lainnya tak ada gelang tiket. Berarti mereka “penonton gelap” yang masuk ke stadion tanpa tiket.

Saya menduga-duga, bagaimana mereka yang tanpa gilang tiket dapat masuk ke dalam stadion? Bukankah sudah ada pemeriksaaan berlapis.

Besok paginya saya dengar dari berita, ada beberapa orang yang memalsukan tiket. Di televisi saya melihat sepasang lelaki perempuan digiring ke kantor polisi karena tertangkap memalsukan tilet. Dengan begitu urutan raw dan nomer keabsahan menjadi rancu.

Sedangkan yang tidak membawa tiket, boleh jadi mereka masuk dengan ilegal dengan berbagai cara. Misal sejak siang sudah berada di stadion. Atau bisa juga “menyelusup” waktu pemeriksaa. Apapun, ini catatan buat panitia penyelenggara untuk lebih selektif memeriksa penonton yang mau masuk.

Kepada penonton di depan kami yang berdiri, dan memikiki gelang tiket di tangannya, saya tanya kenapa tak duduk di kursinya? Menurut mereka, mereka tidak paham bagaimana mengetahui tempat duduknya. Mungkin ini juga pelajaran bagi pengelola stadion. Nomer raw dan kursi harus ditulis dengan besar dan terbaca dengan mudah, agar masyarakat peonton tidak bingung, terutama yang baru pertama dan kedua menonton langsung di stadion mudah mengerti.
Saya lalu bantu lihat raw dan nomernya penonton yang punya gelang tiket. Saya jelasin dia perlu ke atas atau kebawah. Saya bilang, kalau bangkunya ada yang duduki, minta mereka pergi. Saya contohkan saya sendiri.