Sementara sistem konstruksi tribun itu memang tidak memungkinkan untuk bergerak cepat. Jalannya hanya cukup satu orang berbaris. Orang yang panik, ketakutan dan tergesa-gesa cenderung kehilangan akal sehat. Disertai sesak napas.
Seandainya penonton tidak melebihi kapasitas tribun pun dalam situasi demikian sulit dihindari apalagi jika sampai melebihi kapasitas. Sangat mungkin terjadi saling dorong, saling desak, saling ringsek, tak peduli orang lain jatuh atau sakit. Situasinya seperti gabah diinteri (ditampi).
Sebenarnya varian masalah Stadion Kanjuruhan itu lebih sederhana daripada Heysel. Tidak ada ada bentrokan suporter kedua tim karena Bonek, suporter Persebaya tidak diijinkan menyaksikan pertandingan. Ini mestinya membuat pengamanan jauh lebih ringan. Coba kalau suporter Persebaya diijinkan, pengamanan terbuka dan tertutup sudah harus dilakukan sejak perbatasan Malang sejauh sekitar 50 km.
Dalam kerusuhan ini tidak ada faktor infrasruktur seperti tembok stadion roboh, fasilitas terbakar. Varian utamanya kan suporter Arema merangsak masuk lapangan hijau sesaat pertandingan usai. Modus semacam itu sebenarnya sudah sangat sering terjadi. Bahkan terjadi di saat pertandingan berlangsung.
Selama ini jika terjadi hal demikian tidak terlalu sulit mengatasinya. Jika tokoh-tokoh Arema kultural seperti Ovan Tobing, Suyitno, Edy Rumpoko berteriak di pengeras suara meminta mereka tertib balik ke tribun, biasanya patuh. Eksistensi tokoh kultural itu tidak bisa digantikan pejabat, politisi. Nah, pada saat kejadian Sabtu itu apakah tokoh kultural semacam itu tidak ada?
Musibah kubro sudah terjadi. Dalam kerangka akuntabilitas publik, masalah ini harus diinvestigasi, diselidiki secara menyeluruh. Yang lebih baik, pemerintah membentuk tim independen dari pelbagai elemen masyarakat dan lembaga yang punya otoritas. Dengan begitu lebih membuat masyarakat percaya. Karena saat ini meyakinkan masyarakat itu seperti menjerang air dengan kompor di lantai sementara cereknya di bubungan rumah.
Untuk para korban musibah kubro Stadion Kanjuruhan, saya menyampaikan duka cita yang mendalam. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Rabbi a’lam (Tuhan Maha Tahu).
*) Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo. Peraih PWI Jatim Award untuk kategori Tokoh Pers Daerah 2022.