Oleh : Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi
Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 di tengah ancaman gelombang k
etiga Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) varian baru Omicron, patut mendapat perhatian khusus sekaligus pernyataan kritis, apakah semakin memperkuat kemerdekaan pers atau sebaliknya.
Mengapa? Karena kemerdekaan pers merupakan amanat sangat mulia, untuk marwah atau martabat pers tetap sebagai corong masyarakat menyampaikan aspirasi berbagai informasi dengan hati nurani bersih, juga niat suci untuk menjaga bumi pertiwi.
Tetapi sayang seribu sayang, setelah Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sudah berjalan hampir 23 tahun, justru pers semakin tenggelam tanpa mampu memanfaatkan kemedekaan pers,
di tengah gelombang kebebasan mendirikan media pers dengan jumlah puluhan ribu melalui media pers online.
Bahkan derajat pers semakin terjerembab dalam ketidakpastian dunia usaha media, pers nasional dengan perusahaan pers sebagai penopang kemerdekaan pers, justru menjadi motor “pengembosan” kebebasan pers. Bahkan lebih memprihatinkan lagi terseret pada “kebablasan pers”.
Sekedar mengingatkan bahwa dalam UU Pers dengan tegas dan jelas disebutkan yang dimaksud dengan; Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan,
atau menyalurkan informasi.
Tetapi ketika pers dan perusahaan pers mulai kehilangan kendali, bahkan sudah kebablasan mengabaikan amanat kemerdekaan pers. Mengikuti arus kebebasan pers dengan kecenderungan kebablasan pers. Hampir semua insan pers diam, termasuk Dewan Pers sebagai fasilitasi penegakan supremasi peratutam pers dan kemerdekaan pers.
Terbukti sampai peringatan HPN ke-57 pada tahun 2022, pers dan perusahaan pers bukan semakin hebat dan kuat. Tetapi semakin kehilangan pijakan memastikan pers dan perusahaan pers secara benar? Mengingat klasifikasi perusahaan pers ketika terjadi “kebebasan” mendirikan dan “kebablasan” menulis di luar standar kompetensi wartawan. Maka 9 anggota Dewan Pers di Jakarta kurang mampu memberikan penilaian berkedialan.
Inilah awal “kehancuran” perusahaan pers semakin lama semakin menjadi pers jalanan. Tidak mempunyai kantor tetap, tidak punya wartawan tetap dan tidak punya karyawan tetap, semua hanya ada dan tertulis sebagai persyaratan. Bukan kesadaran sebagai penguatan perusahaan pers, sebagai langkah menuju penguatan kemerdekaan pers.
Oleh karena itu, jika “kehancuran” perusahaan pers, tidak segera dilakukan perubahan secara besar-besaran dengan melakukan klasifikasi dengan mengukur (minimal ; media mikro, media kecil, dan media menengah) serta media utama, melalui penilaian permodalan, keteraturan penyiaran atau penerbitan, produk karya jurnalistik, standar dan kompetensi perusahaan pers, maka semakin menurunkan derajat pers dan perusahaan pada tingkatan terendah.
Kembali ke Khittah Pers
Perjuangan mengembalikan pers dan perusahaan pers kepada khittah (perjuangan awal sebagai alat perjuangan rakyat sepanjang jaman), guna menjaga keberlangsungan berbangsa dan bernegara yang harmonis, dilandasi gotong royong dan saling tolong menolong dalam berbagai kegiatan sosial. Tetapi tegas dan berkeadilan dalam menegakkan kebenaran, terutama mencegah dan memberantas korupsi di semua lini, membutuhkan dukungan semua pihak terutama insan pers.
Tentu saja dengan harapan, pers dan perusahaan pers dengan kesadaran sendiri mau melakukan klasifikasi berdasarkan kemampuan dan kemauan secara profesional dan proporsional, sebagai perwujudan Pers Pancasila. Yang tetap menjaga marwah agama, budaya, adat istiadat dengan mengedepankan “Kemanusiaan yang adil dan beradab” sarta “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Hal itu menjadi kewajiban seluruh insan pers, karena amanat pada pertimbangan UU Pers sudah jelas bahwa ;
Pertama, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakankehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;