Oleh Muchamad Taufiq, S.H.,M.H.,CLMA
Peringatan HUT PMI kali ini ditengah masa transisi dari pandemi ke endemi bersama Covid-19. PMI sebagai organisasi gerakan tidak boleh berhenti meski di masa sulit seperti ini.
PMI tetap bergerak mengemban amanat tugas-tugas kemanusiaan sesuai dengan perannya secara maksimal ditengah masyarakat guna membantu pemerintah. Tema besar yang diusung kali ini adalah Bergerak Bersama untuk Sesama.
Peluncurkan tema Bergerak Bersama, Untuk Sesama, mengandung maksud seluruh komponen PMI dapat bergerak bersama dengan semua pemangku kepentingan. Relawan, masyarakat, pemerintah, korporasi, dan lembaga sosial diharapkan dapat bersama-sama bergerak membangun ketahanan dan ketangguhan negeri dalam upaya pengentasan Pandemic Covid-19.
Sejarah telah mencatat sejak masa kemerdekaan bahwa kehadiran PMI telah mampu meringankan penderitaan kemanusiaan baik dalam kondisi perang maupun damai. Para pendiri bangsa ini bukanlah serta merta untuk meratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 telah melalui pertimbangan mendalam sehingga terbukti dengan tumbuh dan berkembangnya PMI hingga sekarang. Meratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1949 mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum nasional.
Diusianya ke-76 tahun PMI secara konsisten terus melakukan upaya penanggulangan Pandemi Covid-19 hingga hari ini.
Sekretaris Jenderal PMI Sudirman Said menyatakan, PMI di berbagai wilayah masih rutin melakukan disinfeksi di lingkungan tempat tinggal serta di fasilitas publik. Hingga bulan lalu, PMI telah menjangkau 116.390 lokasi di seluruh Indonesia. Penerima manfaat layanan ini ditaksir mencapai 50 juta jiwa lebih. Ini tentunya sebuah prestasi yang patut diapresiasi dan perlu mendapatkan dukungan untuk keberlanjutannya.
Sudah 3 Tahun PMI memiliki UU Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan (UU Kepalangmerahan). Kehadiran UU Kepalangmerahan merupakan wujud nyata bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia dan berkeadilan sosial sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.
Eksistensi UU Kepalangmerahan menunjukkan dukungan Negara terhadap pelaksanakan kegiatan kemanusiaan di Indonesia sehingga perlunya negara membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan Lambang Kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal. Karena itulah sampai saat ini kita selalu melihat relawan saat melaksanakan tugas akan menggunakan tanda pengenal palang merah (red cross).
Undang-Undang Kepalangmerahan mengamanatkan bahwa penyelengaraan kepalangmerahan dilakukan oleh pemerintah dan PMI (Pasal 2). Penggunaan frasa dan menunjukkan berarti gabungan atau beberapa sehingga bermakna bersama dan tidak saling menegasikan. Karena itulah PMI juga mendapat sebutan organisasi semi pemerintah karena keberadaannya dibentuk melalui undang-undang. Maka dalam tataran operasional, program PMI harus mendukung program pemerintah dibidang kemanusiaan dan tercipta pola hubungan kerja yang sinergis saling menguatkan.
Di bidang organisasi sebagai wujud pemerintah ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kepalangmerahan, pemerintah sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Kepalangmerahan (Pasal 33).
Satu tahun setelah terbitnya UU Kepalangmerahan, terbit pula Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 2019 (PP No.7/2019) Tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmeraha. Di PP ini dapat kita temukan bahwa Pendanaan penyelenggaraan Kepalangmerahan dibebankan kepada pemerintah di masing-masing tingkatan, termasuk di Kabupaten/ Kota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah, disamping sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 43 PP No.7/2019).
Kedepan guna mewujudkan daya dukung yang memadai perlu ditentukan besaran minimal anggaran pemerintah untuk PMI khususnya di kabupaten/ kota.
Harapannya adalah tercipta perkembangan dan kemajuan yang merata bagi PMI dimasing-masing wilayah. Hal ini memang tidak terdapat ketentuan yang mengikat namun goodwill pemerintah sebagai pemilik anggaran dapat menginisiasi sehingga tidak terdapat ketimpangan besaran anggaran yang diperoleh oleh PMI di kabupaten/ kota. Karena dari kebijakan penganggaran inilah sebenarnya dapat diukur keseriusan suatu daerah terhadap penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan.