Oleh: Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi Wartatransparansi
Alhamdulillah bangsa Indonesia mencatat bahwa tanggal 14 Februari, dimana merupaka hari kelahiran Pahlawan Kebangsaan (baca, Pahlawan Nasional dengan lebih mengedepankan kepentingan bangsa dalam bernegara), bukan sekedar kepentingan umat Islam.
Hadratus Syeikh (maha guru) Kiai Haji Hasyim Asy’ari,
merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh.
Ketika maha guru lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871,
(14 Februari 2021) adalah 150 tahun silam beliau dilahirkan,
(24 Dzul Qo’dah 1287 H- 7 Ramadhan 1336), wafat 21 Juli 1947 pada usia 76 tahun.
Mengenang satu abad setengah (150 tahun kelahiran sang maha guru), terutama bagi umat Islam, jauh lebih tepat mempopulerkan sejarah dan perjuangan ulama dan pejuang, daripada selama ini marak dipopulerkan sebagai Hari Valentine (Hari Kasih Sayang).
Pertama, dalam khazanah berbangsa dan bernegara, melalui proses tirakat atau permohonan kepada Allah SWT menetapkan Pancasila sebagai asas/dasar negara, ketika masih tarik ulur menentukan status negara.
Kedua, Hasratus Syiekh Kiai Haji
Mohammad Hasjim Asy’arie bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari ketika mendirikan pondok pesantren Tebu Ireng, pada tahun 1899, sekarang termasuk didalamnya kompleks pemakaman
Maqbarah, termasuk cucu beliau Presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ketiga, pada tahun 1926, K.H Hasjim Asy’ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama. Mendirikan NU menjadi bagian perjuangan Islam dunia, bukan sekedar berorganisasi untuk kepopuleran atau kemasyhuran.
K.H. Hasjim Asy’ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalanpanji di Sidoarjo.
Pada tahun 1892, K.H. Hasjim Asy’ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.