Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi Wartatransparansi
Kebijakan pemerintah pusat dalam hal Presiden Joko Widodo melalui Menteri Dalam Negeri mempertajam Pembelakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro dengan pengawasan sampai tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) di desa/kelurahan, sangat tepat dan hebat. Tetapi wajib transparan.
Keputusan memeta pergerakan masyarakat dalam upaya menyehatkan masyarakat, juga meningkatkan kepedulian dalam mengendalikan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sampai lingkungan kampung, akan berdampak positif secara menyeluruh.
Apalagi, jika kebijakan Provinsi Jawa Timur melanjutkan dengan program “Kampung Tangguh Semeru”, maka merupakan terobosan lebih berdaya guna dan bermanfaat. Sehingga tidak hanya memerangi dan mengendalikan pandemi COVID-19, tetapi juga bisa berkembang pada pemerataan pendidikan dan ekonomi.
Bahkan tidak berlebihan, dapat mengawal budaya lokal dan kehidupan sosial secara mandiri lebih berarti, dengan terua meningkatkan budi pekerti dan gotong royong.
Diketahui, bahwa setelah terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 03 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) meminta para gubernur, khususnya di 7 provinsi prioritas untuk menindaklanjuti Inmendagri tersebut, yaitu dengan menerbitkan aturan pelaksana, baik melalui Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Surat Edaran (SE).
Kemudian, sebagai wakil pemerintah pusat, kepala daerah di 7 provinsi itu juga diminta untuk memastikan dukungan pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan menetapkan kabupaten/kota yang menerapkan PPKM Mikro.
Harapan pemerintah,
menurut Dirjen Bina Adwil Safrizal pada acara Konferensi Pers di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (8/2/2021), setelah diberlakukan Inmendagri ini sudah menetapkan kabupaten/kota yang menerapkan PPKM Mikro, sehingga bisa kita publikasi kepada media bahwa jumlah kabupaten/kota yang menerapkan PPKM Mikro, kemudian melakukan evaluasi dan monitoring kab/kota secara berjenjang.
Sejalan dengan itu, beberapa Bupati/Walikota yang disebutkan dalam Inmendagri tersebut juga diminta segera menyusun Surat Edaran atau peraturan sebagai tindak lanjut dari Instruksi Gubernur dalam mengatur PPKM Mikro. Sama halnya dengan gubernur, bupati/walikota juga diminta untuk memastikan dukungan pembiayaan terhadap program PPKM Mikro agar dapat berjalan sampai level yang lebih mikro.
Hampir seluruh kabupaten/kota se Jatim, sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE), termasuk wilayah Surabaya Raya, Malang Raya, Madiun Raya, Kediri Raya, bahkan Pemerintah Kabupaten Mojokerto sudah menginstruksikan kepada Desa yang menerapkan PPKM Mikro
boleh memanfaatkan DD (Dana Desa) sebesar 8%.
Keputusan ini hasil Rakor (Rapat Koordinasi) Pelaksanaan Kebijakan PPKM Berbasis Mikro yang di hadiri jajaran Forkopimda dan Forpimca Kab. Mojokerto, di Pendapa Graha Majatama, Kamis (11/2/2021).
Pj Sekdakab Mojokerto, Didik Chusnul Yakin, yang memandu rakor menjelaskan bahwa Pemkab. Mojokerto menbuat surat edaran nomor 130/220/416-034/2021 menetapkan sedikitnya delapan perintah penting terkait penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.
Masih kata Didik, PPKM mikro ini, desa yang hendak memanfaatkan bisa memanfaatkan DD sebesar 8 % juga bisa memanfaatkan APBD minimal 8 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU). Sesuai surat edaran (SE) Bupati pada poin ke tujuh. Namun untuk melaksanakan kegiatan tersebut harus memenuhi 8 unsur (perintah) sesuai Surat Edaran Bupati.
Perintah tersebut antara lain:
(1) camat bersinergi dengan Forkopimca untuk melaksanakan pemetaan zonasi pengendalian Covid-19 berbasis RT di seluruh wilayahnya.
(2), membentuk posko penanganan Covid-19 di masing-masing desa untuk kemudahan koordinasi, pengawasan dan evaluasi. Sedangkan posko kecamatan untuk supervisi dan pelaporan.
(3), melibatkan seluruh unsur dalam pelaksanaan PPKM Mikro mulai ketua RT/RW, Kades/Lurah, Satlinmas, Bhabinsa, Bhabinkamtibmas, Satpol PP, TP PKK Desa, Posyandu, Dasa Wisma, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, penyuluh, pendamping, tenaga kesehatan, Karang Taruna dan relawan lainnya.
(4), melakukan sosialisasi dan edukasi secara terus menerus terhadap penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan PPKM Mikro pada setiap kesempatan di masyarakat.
(5), isolasi orang tanpa gejala (OTG) dilakukan secara terpusat di Puskesmas terdekat atau tempat lainnya yang memadai.
(6), kebutuhan anggaran dicukupi sesuai lingkup penanganan masing-masing. Desa melalui APBDesa dan kelurahan melalui APBD. Apabila diperlukan, bantuan kebutuhan hidup dasar dibebankan pada APBD atau berasal dari sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(7), melaksanakan realokasi dan recofusing anggaran sesuai ketentuan untuk APBDesa minimal 8 persen dari Dana Desa (DD), dan APBD minimal 8 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU).
(8), camat melakukan monitoring dan asistensi pelaksanaan recofusing APBDesa melalui perubahan APBDesa, musyawarah desa khusus (Musdesus) RKP desa.
Terkait refocusing anggaran PPKM Mikro, Kajari pada rakor ini secara singkat menegaskan bahwa pihaknya siap mendampingi Pemerintah Desa dalam proses penggunaan anggaran prinsipnya berjalan tepat, namun dengan tetap penuh kehati-hatian.
Keputusan boleh menggunakan Dana Desa dan APBD koordinasi dengan camat, termasuk camat melakukan monitoring, paling tepat diwajib melaksanakan laporan secara transparan berdasarkan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Penggunaan anggaran Dana Desa langsung untuk kebutuhan kesehatan masyarakat desa, dan anggaran APBD untuk kelurahan dan desa juga untuk mendukung pemulihan dan peningkatan ekonomi desa sangat tepat dan hebat.
Kebijakan itu semakin bermartabat jika dilaksanakan secara terbuka dan transparan, upaya pengendalian COVID-19 berjalan baik, serta pemulihan ekonomi berjalan lancar dan meningkat. (@)