Opini  

Kurikulum Khusus Kondisi Darurat sebuah Keniscayaan

Kurikulum Khusus Kondisi Darurat sebuah Keniscayaan
H. Djoko Tetuko Abdul Latief

Keempat, struktur mata pelajaran dan lama belajar di sekolah tidak diubah.

Diketahui, dalam skema yang baru, penilaian sosial dan keagamaan siswa cukup dilakukan oleh guru PPKn dan guru pendidikan agama-budi pekerti. Sementara guru fisika dan mata pelajaran lainnya hanya menilai aspek akademik sesuai bidang yang diajarkan saja.

Kendati demikian, guru mata pelajaran lain boleh menilai aspek sosial sewajarnya. Seperti terkait kenakalan atau saat siswa ketahuan mencontek.

Demikian juga , jika pada kurikulum yang lama, berlaku sistem pembatasan. Yaitu, anak SD sampai memahami, SMP menganalisis, dan SMA mencipta.

Pada kurikulum hasil revisi ini, anak SD boleh berpikir sampai tahap penciptaan. Tentunya dengan kadar penciptaan yang sesuai dengan usia.

Jumat (5/2/2021). LaNyalla meminta agar implementasi SE ini selaras dengan kebijakan di daerah masing-masing. Kendati begitu, harus ada solusi lain yang diambil oleh Mendikbud selain menerbitkan SE tersebut.

Bahkan meminta harus ada solusi lain mengenai kriteria kelulusan, agar kasus tidak naik kelas yang mengancam ribuan siswa di beberapa daerah tak terulang lagi, karena disebabkan oleh jaringan internet yang buruk sehingga siswa tak bisa mengikuti ujian.

Oleh karena itu, sepanjang inti kurikulum sebagaimana diatas, anak didik atau siswa sudah memenuhi, maka dapat dinyatakan memenuhi kelulusan.

Tetapi ke depan, mempersiapkan kurikulum alternatif merupakan sebuah keniscayaan, jika ingin negara dan bangsa ini berprestasi di segala bidang dengan basis pendidikan profesional. (*)