Sebagaimana pernyataan Artono, bahwa upaya
mengedukasi masyarakat tentang kesiapsigaan bencana itu dinilai sangat tepat mengingat Jawa Timur memiliki kerentanan bencana yang tinggi.
Gatot Soebroto menegaskan bahwa Jawa Timur merupakan etalase bencana di tanah air. Sebab, semua jenis bencana di Indonesia juga berpotensi terjadi di Jatim. Termasuk, bencana likuefaksi (tanah bergerak) yang pernah terjadi di Palu, beberapa tahun lalu.
Terkait pembentukan Destana, Gatot menjelaskan, jika tahun ini BPBD Jatim akan membentuk 40 Destana. Dengan tambahan ini, jumlah total Destana di Jatim akan berjumlah 702 desa/kelurahan. Tapi angka itu masih jauh dari jumlah desa rawan bencana di Jatim yang jumlahnya sekitar 2.742 desa/kelurahan.
Selain di Lumajang, pembentukan Destana hari ini juga dilangsungkan di tiga lokasi lain, yakni, Kelurahan Kepel Kec. Bugul Kidul Kota Pasuruan, Desa Kedungpanji Kec. Lembeyan Kab. Magetan dan Desa Banjarjo Kec. Kebonagung Kab. Pacitan.
Khusus di Kota Pasuruan, pembentukan Destana juga dihadiri anggota Komisi E DPRD Jatim, Hasan Irsyad, dengan didampingi Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Jatim, Andika N. Sudigda
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa
potensi bencana hidrometeorologi dapat terjadi akibat cuaca ekstrem yang juga diikuti oleh beberapa faktor lainnya.
Tetap ada faktor lain (penyebab bencana hidrometerologi) yaitu kerentanan. Semakin rentan wilayah itu, maka akan semakin mudah terjadi bencana. Di antaranya, wilayah yang mengalami perubahan tata guna lahan. Biasanya terjadi pada lahan yang awalnya diperuntukan untuk serapan air berubah menjadi bangunan.
Akibatnya, lahan atau area yang penyerapan airnya sulit, saat cuaca sering terjadi hujan, baik dalam intensitas rendah dengan durasi lama, maupun dengan intensitas tinggi atau deras meskipun hanya sebentar, bencana hidrometerologi seperti genangan dan banjir juga bisa terjadi.
Pembentukan Destana merupakan penguatan dan perwujudan penthahelix dalam menghadapi berbagai bencana atau sejenis, seperti musibah atau masa pandemi. Oleh karena itu, helix atau pihak pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan media massa atau pers, harus bersama-sama gotong royong memperkuat desa/kelurahan tangguh bencana. (*)