Rabu, 11 Desember 2024
25.6 C
Surabaya
More
    OpiniPojok TransparansiSrikandi Saraswati Jelita Meutya Hafid

    Srikandi Saraswati Jelita Meutya Hafid

    Oleh Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi WartaTransparansi)

    Tampil bak Srikandi tanpa busur dan anak panah, tetapi mampu memanah jauh dengan busur bait Saraswati karya M. Rohanudin, dengan lekuk-lekuk diksi terpatri, membawanya menari-nari.

    Meliuk sejenak dalam memanah kata, mengikuti laju anak panah dengan diksi dan detak menghentak tanpa rentak, sang Srikandi Meutya selalu menjadi jati diri memberi selendang Saraswati semakin anggun, dalam aliran air mengalir memakai dewa air.

    Saraswati Dewi sungai, Srikandi Meutya Dewi malam apresiasi puisi tanpa hentakan memberikan kabar, “17 Agutsus 1945 bangsa dan rakyat Indoensia mendengar kabar Indonesia merdeka dari RRI, 17 Agustus 2020, setelah 75 tahun merdeka mendengar kabar ‘Merdeka dari Corona’ juga dari RRI”,

    Menebarkan selendang sendang Saraswati seakan membawa kabar benar Covid-19, berhenti karena Srikandi Meutya Hafid melantunkan syair mengalir.

    Tidak semudah membaca berita atau memandu sebagai presenter bagi mantan wartawan perang yang pernah disandera 168
    jam di Rumadi Irak. Tetapi sang Srikandi elok nan rupawati bersanding bersama Saraswati.

    Lukisan Saraswati seakan hadir di atas panggung malam apresiasi puisi, ketika Senin malam (17/8/2020) di auditorium Abdul Rahman Saleh RRI, Jakarta, Srikandi Meutya seperti anak panah melaju kencang, berbelok-belok sakti mandraguna, dingin,sejuk, mengalir, memanah

    INDONESIA ADALAH SARASWATI

    Indonesia adalah saraswati
    menunggang angsa menyeberangi laut teduh
    di bawah bulan purnama “bulat perak”
    angsa-angsa kecil ikut berbaris di belakangnya
    dari jauh bulu-bulu mereka berkilau-kilau putih salju bayangannya menuding ke bumi
    menggaris tegak lurus, menuliskan cinta yang agung, mengabarkan keperkasaan Indonesia
    Indonesia adalah saraswati
    tempat ibu menanak ilmu,
    membentang dari sabang sampai merauke Indonesia adalah saraswati,
    tempat padi tumbuh subur dan berbulir penuh tempat sungai mengalir deras berair sebening kaca tempat anak-anak bertanam dan menjaring akar-akar budaya
    lantas menetaskannya dalam tempayan-tempayan kebermaknaan
    di tepian pesisir
    anak-anak bersorak-sorai menyambut kedatangan ayah meluapkan kegembiraan setelah semalam

    membasuh muka “basah air laut”
    diterkam ombak, memeluk erat setiap angin sakal
    berkali-kali menyebrangi ombak
    Saraswati berparas tak berpeluh tersenyum tak berkerut
    berbedak sari melati tipis memancarkan Indonesia
    berpantun kedamaian abadi
    bersumpah palapa
    sumpah gajahmada: akan melepaskan puasa
    jika telah menundukkan seluruh nusantara,
    di bawah kekuasaan majapahit
    “Jika telah mengalahkan gurun seram tanjung pura,
    haru butuni, pahang dompo, bali, sunda, palembang dan temasih”
    amboi…
    sungguh perkawinan saraswati telah malahirkan
    anugerah Indonesia baru,
    segerombolan elang terbang rendah dari utara
    Saraswati berdiri tegak di atas bulan
    sesekali menundukkan kepala sambil melambaikan tangan untuk ribuan elang
    Saraswati, aku tak punya sayap untuk terbang mengejarmu
    tapi senyummu menebar wangi madu
    nusantara teduh walau jauh di awan lepas
    kau payungi kami dengan bayangan rerimbun dedaunan
    tak ada hati yang kosong
    tak ada jarak yang terbentang walau kita jauh
    itulah Indonesia yang sebenarnya
    Indonesia yang tanpa darah dan air mata
    Indonesia yang mengibarkan merah putih di dadanya
    Indonesia yang beribu bernama pertiwi.

    Penulis : Djoko Tetuko

    Sumber : WartaTransparansi.com

    COPYRIGHT © 2020 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan