Opini  

Ketika Jutaaan Umat Islam Calon Haji Sedih

Ketika Jutaaan Umat Islam Calon Haji Sedih
Djoko Tetuko Abdul Latief

Oleh : DjokobTetuko (Pemimpin Redaksi Transparansi)

Umat Islam seluruh dunia, dan sebagian besar dari Indonesia pada tahun haji 1441 Hijriyah, menjadi tahun kesedihan bagi para calon jemaah haji. Karena gagal berangkat akibat Covid-19 dan pemerintahan kerajaan Saudi Arabia, telah memutuskan pelaksanaan ibadah haji hanya bagi umat Islam yang bermukim di sekitar Makkah dan Madinah.

Pelaksanaan ibadah haji itupun dengan mematuhi protokol kesehatan, sesuai standar internasional selama masa pandemi virus Corona. Juga beberapa persyaratan guna menjaga kesehatan serta keselamatan para “tamu Allah”. Tentu saja suasana ibadah haji sangat berbeda dibanding setengah abad selama ini, Makkah, Madinah, dan Arafah dibanjiri umat Islam.

Kesedihan begitu menyayat, dilontarkan beberapa calon jamaah haji Indonesia, yamh baru berangkat kali pertama melaksanakan rukun Islam kelima, juga belum pernah umroh, mengaku begitu sedih. “Ini tahun haji kesedihan bagi saya dan para calon jamaah haji yang sudah siap lahir dan bathin, gagal berangkat karena wabah Corona,” kata calon jamaah haji asal Sidoarjo. Karena tertunda melontar batu kerikil sebagai bagian dari rukun melempar jumroh.

Pelaksanaan ibadah haji sebagaimana firman Allah pada surat Al Imran 97; “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) Dan pada Baitullah ini terdapat bukti-bukti nyata bahwa ia dibangun oleh tangan Ibrahim dan sesungguhnya Allah telah mengagungkan dan memuliakannya. Di antaranya adalah maqam Ibrahim, yaitu batu yang Ibrahim berdiri di atasnya ketika dia dan putranya, Ismail, meninggikan fondasi-fondasi Baitullah. Siapa saja yang memasuki Baitullah ini, maka dia akan merasa aman terhadap jiwanya, tidak ada seorangpun yang berbuat buruk kepadanya. Dan sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas orang yang mampu dari kalangan manusia di mana pun berada untuk mendatangi Baitullah ini untuk melaksanakan manasik haji. Dan barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sungguh dia telah kafir. Dan Allah Maha kaya tidak membutuhkannya, haji dan amal perbuatannya dan juga dari seluruh makhlukNya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surga” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan keutamaan memperbanyak ibadah umrah. Hal ini disebabkan umrah memiliki keutamaan yang agung, yaitu dapat menggugurkan dan menghapuskan dosa-dosa. Hanya saja, mayoritas ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah dosa-dosa kecil, dan tidak termasuk dosa-dosa besar.

Kemudian, kebanyakan para ulama pun menyatakan bolehnya (seseorang) mempersering dan mengulang-ulang ibadah umrah ini dalam setahun sebanyak dua kali ataupun lebih. Dan hadits ini jelas menunjukkan hal tersebut, sebagaimana diterangkan pula oleh Ibnu Taimiyah. Karena memang hadits ini jelas dalam hal pembedaan antara ibadah haji dan umrah. Juga, karena jika umrah hanya boleh dilakukan sekali saja dalam setahun, niscaya (hukumnya) sama seperti ibadah haji, dan jika demikian seharusnya (dalam hadits) disebutkan, “Ibadah haji ke ibadah haji berikutnya…”. Namun, tatkala Nabi hanya mengatakan “Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya…”, maka hal ini menunjukkan bahwa umrah boleh dilakukan (dalam setahun) secara berulang-ulang (beberapa kali), dan umrah tidaklah sama dengan haji.

Sebagaimana diketahui pemerintah lewat Kementerian Agama telah mengumumkan bahwa awal bulan Dzulhijjah 1441 H jatuh pada Rabu (22 Juli 2020). Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1441 H jatuh pada hari Jum’at, 31 Juli 2020.

Ketetapan ini disampaikan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi usai memimpin Sidang Isbat (Penetapan) 1 Dzulhijjah 1441 H yang digelar Kementerian Agama, di Jakarta, Selasa 21 Juli 2020.