Oleh : Djoko Tetuko Abdul Latief (Pemimpin Redaksi Transparansi)
SUDAH lama para ulama dan ustad di kampung-kampung menginginkan puasa Ramadhan dengan ikhlas tanpa pamer, tanpa pamrih, tanpa show of force seperti kampanye propaganda yang salah, apalagi penuh amarah. Karena hakikinya justru merusak ibadah. Juga merusak semua amalan ibadah, akan hilang sia-sia.
Hari-hari ini ketika virus Corona masih tamasya ke mana-mana, maka puasa Ramadhan bak aroma surga. Tanpa ada spanduk atau baliho di jalan-jalan protokol bertuliskan “selamat menunaikan ibadah puasa”, “hormatilah orang berpuasa”…., dan ajakan berbau show of force lain. Kecuali ingin mencapai derajat orang yang bertakwa dari rumah.
Inilah perwujudan Puasa Pancasila, karena percaya dan takwa, bahkan terus meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Itulah hakiki sila pertama; “Ketuhanan Yang Maha Esa”, butir ke (1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhdap Tuhan Yang Maha Esa.
Sudah lama para ulama dan ustad di kampung-kampung menginginkan puasa Ramadhan dengan ikhlas menjalankan, tanpa mengganggu umat sesama muslim yang belum terpanggil berpuasa, juga tanpa persaingan kurang sehat menu buka puasa sesama umat Islam, tanpa buka puasa bersama dengan show of force di restaurant atau rumah gedongan atau kantor para koruptor.
Hari-hari ini ketika virus Corona masih tamasya ke mana-mana, maka puasa Ramadhan bak aroma surga. Begitu menyatu dalam kalbu dengan buka bersama keluarga di rumah, tanpa berharap buka bersama yang biasanya tersaji menu makanan begitu mewah.
Inilah perwujudan Puasa Pancasila, karena menjaga adab dan keadilan antara yang miskin dan yang kaya, semua berbuka dalam keluarga tanpa kesombongan juga tanpa pesta pora. Bahkan menyelamatkan mereka yang selama ini merasa menjalankan amalan surga, tetapi justru mendapat ganjaran neraka. Karena selalu mengubar kesombongan, merasa paling hebat dan kuat. Padahal jahat.Tidak jujur juga tidak pernah adil. Itulah hakiki sila pertama; “Ketuhanan Yang Maha Esa”, butir ke (2). Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sudah lama para ulama dan ustad di kampung-kampung menginginkan puasa Ramadhan dengan ikhlas menjalankan, dengan seluruh warga dari agama apa saja saling menghormati tidak ada tekanan atau rekayasa. Juga bekerja sama saling menjaga. Tanpa ada huru-hara saling pamer kebesaran jumlah pengikut agama, juga kehebatan dan pengaruh para tokoh agama.
Hari-hari ini ketika virus Corona masih tamasya ke mana-mana, maka puasa Ramadhan bak aroma surga. Tidak ada pawai atau kampanye besar-besaran, pamer kekuatan yang
kurang sehat dan selalu merasa hebat. Bahkan memberikan pemahaman sesat.
Inilah perwujudan Puasa Pancasila, mampu saling menghormati dan menjaga perasaan saudara sebangsa walau beda agama. Dalam niat kuat beribadah karena Allah SWT. Itulah hakik sila pertama; “Ketuhanan Yang Maha Esa”, butir ke (3). Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama penganut kepercayaan yang berbeda-beda
Sudah lama para ulama dan ustad di kampung-kampung menginginkan puasa Ramadhan dengan ikhlas tanpa mengganggu siapa saja, menjaga Marwah ibadah, menjaga pemeluk agama lain merasa seperti dalam keluarga dengan suka rela. Bahkan kadang membagikan sedekah atau menerima sedekah.
Hari-hari ini ketika virus Corona masih tamasya ke mana-mana, maka puasa Ramadhan bak aroma surga. Begitu aman, nyaman, tanpa genderang perang dalam dakwah atau kuliah apa saja dalam puasa Ramadhan. Semua warga merasa sama tanpa ada perasaan gundah karena tidak ada lagi fitnah. Juga tidak ada lagi propaganda menyalahkan mereka yang beda.