“Allahumma Innaa nas-aluka ridhaaka wal jannata wa na’uudhubika min sakhatika wan naari”. “(Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami mohon keridhaan dan surgaMu dan berlindung kepada-Mu dari api neraka)”
Do’a di atas merupakan bagian dari rangkaian do’a ketika selesai sholat witir, sebagaimana kebiasaan umat Islam Indonesia rata-rata, menjalankan sholat sunnah tarawih sebagaimana dilakukan secara berjamaah sejak jaman Kholifah Umar Bin Khattab.
Kemudian setelah sholat tarawih 8 rakaat, 20 rakaat, atau jumlah lainnya, mengakhiri dengan sholat witir (sholat ganjil) 1 rakaat atau sampai 11 rakaat, dengan khusyu’, kemudian memanjatkan do’a, dimana salah satu dari bacaan do’a itu, membaca do’a di atas.
Tetapi berbeda dengan kebiasaan selama ini di seluruh dunia, ketika umat Islam dari timur sampai ke barat, serentak secara bergelombang berdiri gagah berani, tetapi tetap merunduk tunduk, patuh dalam kekhusyu’an, juga selalu menjaga kesucian karena niat dan pasrah dalam khazanah beribadah, menjalankan sholat sunnah tarawih dan witir secara berjamaah di masjid, mushola, langgar atau rumah ibadah yang juga rumah Allah SWT lainnya, sehingga memancarkan gerakan dan gelombang do’a itu ketika diamini (disuarakan aamiin oleh jamaah), ada hentakan, ada rentakan, ada goncangan, berbaur diantara jutaan hajat, maksud dan permohonan seperti pelangi suci berputar-putar di atas langit.
Hari-hari ini, ketika Allah SWT mengirimkan wabah bernama Corona atau Covid-19, maka jadilah rumah-rumah umat Islam menjadi tempat totalitas ibadah sepanjang pagi, sepanjang siang, sepanjang malam, bahkan sepanjang di antara mereka berdiam di dalam rumah.
Menggantikan masjid, mushola, langgar karena takdir. Karena tidak ada lagi sholat tarawih berjamaah, sholat Jum’at, apalagi kerumunan dalam jumlah besar dalam nuansa ibadah, dalam gerakan ibadah.
Semua terus komat kamit di rumah mendekatkan diri kepada ILAHI ROBBI di rumah yang belum pernah dilakukan dari jaman ke jaman, juga belum pernah dipatuhi walau perintah kitab suci, belum pernah dipatuhi walau perintah suami atau istri, belum pernah dipatuhi walau amanah guru mengaji, belum pernah dipatuhi walau perintah berdzikir dari orang suci, apalagi sekedar dakwah di warung kopi. Itulah hakikinya Allah mengirim surga ke rumah.
Umat Islam totalitas beribadah di rumah, ketika Allah SWT membumikan Corona dalam program tamasya massal hampir seluruh dunia, kecuali Astina dan Pendawa.
Rumah seluruh umat manusia, tiba-riba berubah menjadi surga karena penghuni rumah itu selalu ibadah, bekerja dengan niat ibadah dari rumah, sholat dengan niat ibadah dari rumah, memasak di dapur dengan niat ibadah dari rumah, mengaji dan tadarus dengan niat ibadah dari rumah, sholat tarawih dan witir dengan niat ibadah dari rumah, sholat malam dan tahajud dengan niat ibadah dari rumah, sholat wajib 5 waktu dengan niat ibadah dari rumah, bahkan buka bersama puasa Ramadhan dengan niat ibadah juga dari rumah, serta minum kopi bersama dengan niat ibadah juga dari rumah.
Semua menjadi satu genderang memadu suara bunyi-bunyikan begitu menendang dan memancarkan sinar bahaya keabadian melayang-layang indah menunggu setiap mata memandang, mengabarkan kepastian ibadah dikabulkan. Kabulkan lah Ya ROBBI.
Ketika semua ibadah karena Allah SWT dari rumah, itulah sesunggunya Allah SWT mengirim surga ke rumah, ketika semua penghuni rumah itu secara Istiqomah melantunkan ayat suci dari rumah itu, membaca kalimat thoyibah (kata dan kalimat baik) dari rumah itu, ketika bersama satu keluarga sholat berjamaah dari rumah itu, ketika berlomba-lomba berbuat baik dari rumah itu, dan ketika tidak satu pun ada perbuatan tidak bernilai ibadah dari rumah itu.
Dan ketika semua mengabdi, sujud, tunduk, syukur, tafakur, pasrah, sabar menyatu di antara do’a panjang juga do’a pendek. Semua mungkin berhajat sama, semua ingin selamat dunia dan selamat akherat. Juga masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.