Opini  

Sujud Massal

Sujud Massal
Djoko Tetuko Abdul Latief

Bertahun-tahun transportasi terus berdenyut tanpa mau berhenti sejenak saja, tanpa mau melepas tuntas di antara nafas sudah ngos-ngosan, jiwa sudah terancam virus Corona, raga sudah mulai lunglai lemas terlalu lama melintas di lintasan, dan wajah sudah mulai keriput

Bertahun-tahun transportasi terus berputar putar tanpa mau istirahat sesaat, tanpa mau merasakan nikmat keramat, tanpa mau berjabat tangan walau sekedar merasakan cengkeraman

Bertahun-tahun transportasi terus melaju tanpa mau mundur walau sekedar mengatur tidur, tanpa mau minggir walau hanya sekedar berpikir atau mangkir, tanpa mau bersolek walau hanya sekedar bercermin di antara suara bising jalanan, juga suara sepi lelembut ghaib penunggu jalan

Bertahun-tahun transportasi terus melayang-layang di angkasa tanpa mau sejenak masuk kurungan walau hanya sekedar menumpang tampan, tanpa mau berhenti membusungkan dada memamerkan sayap-sayap besi perkasa di antara sayap-sayap burung surga dan burung berkicau milik pak Tani.

Bertahun-tahun transportasi terus mengarungi lautan menembus ombak tanpa mau berlabuh walau hanya sekedar menyapa dengan malu-malu, tanpa mau bersandar walau sekedar memeluk wajah muram pelabuhan, tanpa mau melempar tali tampar walau hanya sekedar berujar

Bertahun-tahun transportasi terus menyanyi dengan “lagu lama” dan “lagu baru”, di rel lintasan kereta api tinggalan jaman Belanda sampai rel modern hasil karya anak bangsa juga beli dari negara raksasa tanpa mau mencicipi kopi barang sejenak di stasiun paling tua juga paling ngeri.