Dari kejauhan seperti pahlawan pembawa berita pada jaman batu, berteriak lantang seperti suara genderang perang, terus bertalu-talu mengisi relung waktu.
“Corona …virus lurus mak nyus”.
Virus lurus mak nyus, meminjam istilah “Raja kuliner” mendiang Bondan, setelah mencicipi makanan dengan memberikan stempel “mak nyus”. Artinya makanan itu sangat enak disantap, tidak hanya berhenti dimakan, juga pantas dikampanyekan seperti para politisi membeli suara suci.
Sajak awal Maret sampai mau menginjak awal Ramadhan, cerita virus lurus mak nyus, seperti sudah menjadi sajian berita utama dunia. Amerika Serikat dengan kehebatan dan kebodohannya, menyaksikan warga tidak berdosa bergelimpangan, meninggal dunia hanya karena virus Corona. Indonesia secara periodik seperti pembentukan organisasi politik dan organisai masyarakat baru, bergantian menyatakan dan mengajukan PSBB!
Mengapa PSBB bukan menjadi satu kesatuan secara nasional, sehingga “membunuh lawan”, “mematikan lawan”, atau “menyingkirkan lawan”, secara bersama-sama, sehingga menimbulkan biaya ganda dan konsentrasi terus menerus supaya tidak terpecah. Itulah karena “Corona … virus lurus mak nyus” ( virus enak dirasakan bahkan dinikmati dalam banyak sajian )…. Iya mak nyus.
Mengapa pendataan warga terdampak baru dan warga miskin atau kurang mampu tinggal digabungkan saja, karena memang tidak semudah itu melayani orang miskin dan orang telantar karena semua usaha bubar. Tidak mudah mendata jutaan orang tidak mampu lama dan baru. Apalagi …”Corona … virus lurus mak nyus”.