PADA waktu virus Corona atau Covid-19, mulai menandakan murka sangat membahayakan, bahkan sudah membabi buta, menyebar dan menyerang ke seluruh penjuru dunia dengan catatan 200 negara lebih terserang dan terinfeksi, dengan berbagai varian model pendemi Corona.
Juga meninggalkan jejak infeksi berbeda. Mulai dari sekedar orang dalam pemantauan (OPD) sampai Pasein Dalam Pemantaun (PDP), dengan jumlah kematian berbeda, dan ada yang nihil (sementara), yaitu Vietnam dan Palestina dan klasemen perolehan warga negara dalam keadaan wafat tertinggi sampai tulisan ini dibuat, rekor di pegang negara suport power Adam adidaya, Amerika Serikat.
Indonesia sejak kali pertama terdeteksi warga Depok dinyatakan PDP, dan merembet sejumlah warga dinyatakan ODP dan PDP, maka provinsi Jakarta, sebagai pintu utama gerbang Indonesia, kedatangan dan keberangkatan warga negara asing maupun WNI, sesungguhnya sudah mengumumkan pembatasan sosial atau pembatasn wilayah, dengan mengambil kebijakan melakukan kinerja dari rumah, dan melarang orang keluar rumah apalagi bergerombol di tempat keramaian.
Pro kontra soal pembatasan sosial dan social distancing ini, sempat meruncing. Sementara itu, peningkatan pendemi Corona dengan warga negara terkena infeksi virus Corona terus meningkat melaju, tanpa mampu dibendung. Keadaan sudah darurat dan mengancam hajat hidup orang banyak.
Sayang seribu sayang, Komisi Informasi (KI) yang ditugaskan oleh negara sekaligus diberi amanat menjalankan Undang Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), justru “diam”.
Padahal sudah diperintahkan sebagaimana amanat pasal 23, “Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.”
Ada dua hal sangat pokok ketika terjadi pandemi virus Corona, berbau wajib atau sekurang-kurang segera memberi semacam fatwa dalam bentuk menjalankan undang-undang dengan;
Pertama, menjalankan UU KIP dengan memperhatikan pasal 10 UU KIP junto pasal 12 Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik.
Semua Badan Publik terkait wajib mengumumkan secara serta merta dengan memperhatikan ketentuan di pasal 17 tentang Informasi yang dikecualikan, mengingat nama pasien, keluarga, dan hal-hal yang bersifat pribadi dan melanggar ketentuan hak asasi manusia, maka harus dirahasiakan.
Kedua, KI Pusat dalam waktu cepat membuat juklak, mengingat pandemi virus Corona masuk darurat nasional dan sejak awal sudah mengancam hajat hidup orang banyak, dalam katagori berbagai bentuk bencana dan dampak dati bencana itu. Dimana KI mempertajam pasal 12 Perki 1/2010 dengan lebih detail dan strategis, sebagai acuan Badan Publik permintaan maupun nonpemerintah, mengumumkan informasi publik yang wajib diumumkan secara serta. Mengingat sudah mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Dan, ketiga lebih hebat jika mampu melahirkan Perki khusus bencana luar biasa yang sudah mendunia, bahkan Presiden Jokowi sudah membukukan darurat nasional. KI bukan mundur membahas klasifikasi informasi, tetapi sudah memberi petunjuk dan standar informasi publik dari berbagai dampak yang ditimbulkan.
Inilah pertanyaan besar mengapa “KI diam”? Bukankah semestinya di garda terdepan. Ada Pemilu saja bisa buat Perki yang sama sekali bukan urusan utama. Tetapi ketika terjadi pandemi virus Corona, ini menjadi kewajiban KI memberi petunjuk dan standar.
Perintah UU
Sebagaimana diketahui KI wajib menjalankan UU KIP, mengingat pasal 10 jelas memerintahkan; “
1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.”
“(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Perintah Undang -undang inilah, KI semestinya mengirim surat kepada seluruh Badan Publik termasuk, mengingatkan Presiden sebagai kepala pemerintah dan kepala negara, menunjuk seperti yang sudah dibentuk, yakni Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Virus Corona, dengan mengumumkan minimal seperti pasal 12 Perki 1/2010 dan lebih hebat jika ketika itu membuat juklak (petunjuk pelaksanaan) bagi Badan Publik mengumumkan berbagi bencana dan dampak terkait pandemi virus Corona.
Demikian juga, dampak terkait dengan virus Corona yang menimbulkan bencana sosial luar biasa pula, KI wajib membuat petunjuk dan standar seperti apa isi pengumuman, tidak menabrak pasal 17 dan 18 UU KIP. Disinilah peran utama KI menjadi lokomotif dalam memberikan panduan Infoemasi wajib yang diumumkan secara serta merta selama keadaan darurat akibat pandemi virus Corona.
Lebih detail dari pasal 12 Perki 1/2010;
(1) Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta antara lain;
- informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah dan kejadian luar biasa;
- Informasi tentang keadaan bencana non alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, dan pencemaran lingkungan;
- bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror;
- informasi tentang jenis, persebaran dan wilayah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular;
- informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; atau
- informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.