Untuk usaha mikro dan kecil akan diperkenalkan yang namanya PT sendiri. Sebab, selama ini usaha mikro kecil namanya saling berkelompok dalam bentuk KUBE (Kelompok Usaha Bersama), sehingga kelompok usaha bersama ini diberikan entitas hukumnya dalam bentuk perseroan terbatas yang disimplifikasi cara membuatnya, yaitu melalui online dari Kementerian Hukum dan HAM.
Tetapi praktiknya, lanjut Airlangga, nanti bisa dilakukan oleh baik itu dinas, baik itu koperasi, kementerian terkait, BUMN, melalui program, misalnya Program Mekaar atau UMi. “Nah, selama ini usaha-usaha mikro kecil dengan investasi di bawah Rp3 juta atau dengan bantuan kredit di bawah Rp5 juta, mereka bisa dibantu untuk badan hukumnya berupa pendaftaran secara online,” katanya.
Disebutkan juga, pendaftaran secara online ini difasilitasi, sehingga masing-masing individu bisa mempunyai badan hukum yang mengamankan mereka terhadap risiko-risiko berusaha.
“Karena yang namanya berisiko, kan usaha itu ada risiko, sehingga risiko usaha itu terbatas kepada persekutuan modal atau modal yang mereka tanamkan di dalam usaha,” terangnya.
Airlangga menjelaskan, salah satu hal yang didorong melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, sehingga usaha menengah dan kecil yang selama ini di jalur informal itu bisa masuk ke jalur formal, dan pembinaan oleh pemerintah melalui K/L dan yang lain bisa berjalan secara baik.
Tekait dengan hukum, Airlangga menegaskan, hukum yang terkait dengan pidana itu tetap berlaku KUHP atau rasuah tetap berlaku Tipikor. Namun kalau untuk usaha tentu yang terkait denda itu secara administrative law tetapi kalau dia eksesif bisa diambil pencabutan terhadap izin usaha.
RUU Omnibus Law itu, menurut Airlangga, prosesnya dengan DPR akan dibahas di dalam masa sidang baru, termasuk pengetokan daripada Prolegnas yang prioritas di tahun 2020. Sesudah masa sidang pertama ini berjalan dan Omnibus Law, baik itu Cipta Lapangan Pekerjaan maupun Perpajakan diketok, maka supres-nya akan segera dimasukkan oleh pemerintah untuk kedua undang-undang ini. (wt)