Impian tentang Pahlawan Modern Berakhlaq
Penanggalan tahun 2019 ternyata peringatan hari besar Islam Maulid Nabi Muhammad SAW, pada tanggal 9 November dan sudah menjadi kelajiman di Indonesia, terutama di Surabaya. Demikian juga pada tanggal 10 Novemver diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Dan di seluruh dunia (mungkin) hanya di kota Surabaya saja, ada kota dengan sebutan sebagai kota Pahlawan. Tidak ada catatan khusus dari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW di Surabaya dan sekitarnya, terutama di Jawa Timur, tetapi bahwa umat Islam terutama warga Nahdlatul Ulama di pelosok desa dan keramaian kota selalu menyelenggarakan peringatan dengan berbagai model. Tentu saja dengan membaca salawat dan pengajian serta
Dengan pula peringatan Hari Pahlawan di kota Surabaya, tidak ada catatan khusus, tetapi dari tahun ke tahun, sejak kepemimpinan Walikota Risma (baca, Walikota Surabaya Tri Rismaharini), penyelenggaraan perungatan Hari Pahlawan, benar-benar mendapat tempat dan derajat sangat terhormat.
Sebuah catatan sederhana bahwa Risma selalu mengedepankan peringatan, dengan menampilkan drama kolosal jauh lebih sempurna dengan meminta adegan kepahlawanan arek-arek Suroboyo dengan pejuang dari seluruh rakyat Jawa Timur radius 90 kilo meter, terutama peristiwa perobekan bendera Belanda (biru, merah, putih) menjadi merah putih, dengan pelaku sebagian besar adalah santri, disesuaikan dengan kejadian sesungguhnya saat
Potret peringatan Maulid Nabi Muhummad SAW dan Hari Pahlawan, di Surabaya dan Jawa Timur pada umum, juga di seluruh pelosok di tanah air, tentu saja sebagai sebuah inspirasi bahwa jika pada jaman modern, jaman serba digital, jaman media baru sebagai komunikasi seluruh aktifitas masyarakat, jaman komunikasi dan uang menjadi alat perekat.
Maka sekedar refleksi atau kontemplasi sejenak bahwa jika di alam modern dengan berbagai keajaiban dunia juga sudah dimodernkan oleh Allah SWT, kita sangat berharap Allah SWT menurunkan hamba terbaik, pemimpin bangsa atau pemimpin dunia terbaik, seorang pahlawan yang berakhlakul karimah.
Pahlawan jaman modern dengan moral tinggi, dan senantiasai menjaga alam di jaman akhir ini, tanpa kekerasan, tanpa poencitraan, tanpa korupsi, tanpa kolusi, apalagi
Impian di beberapa negara, terutama di Indonesia muncul Pahlawan dengen akhlak mulia, merupakan sebuah hadiah luar biasa, menjelang Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan atau Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang.
Pahlawan Modern dengan Moral tinggi dan mulia, sudah pasti akan mengajarkan berita dari digital tidak ada lagi bau hoaxs, tidak ada lagi jari manis dari tangan manusia menulis tentang keburukan, kejelekan, dan kemunafikan selalu menebarkan kabar adu domba atau saling mebnjelek-jelekkan sesamanya, walaupun sesungguhnya itu hanya cerita bodoh atau cerita yang dibuat sedemikian rupa untuk memancaning nafsu dan amarah penerima
Nabi Muhammad SAW ketika diutus Allah SWT sebagaimana beliau bersabda; “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” Sesungguhnya akhlak pahlawan arek-arek Suroboyo karena kecintaan kepada negara, karena panggilan jihad dari sang kiai, karena akhlak dengan mengedepankan kepentingan lebih besar daripada sekedar kepentingan keluarga apalagi kepenitngan prbadi, maka perjuangan melawan penjajah dengan berbagai peralatan modern juga mampu ditumpas dan dikalahkan dengan ijin dan ridlo Allah SWT. Dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW mengingatkan kembali tentang terus menerus menyempurnakan akhlak mulia.
Hari Pahlawan
Sejarah Indonesia memang telah mencatat bahwa tanggal 10 Nopember, ditetapkan sebagai hari Pahlawan, catatan tinta emas itu sebagai hadiah atas perjuangan ’’hidup-mati’’ seluruh kekuatan anak bangsa di Surabaya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, setelah Soekarno-Hatta memproklamirkan 2 (dua) bulan sebelumnya.
Tidak hanya tetengger itu, kota Surabaya sebagai tempat berlangsungnya peperangan terbesar sepanjang sejarah Nusantara, mendapat kehormatan sebagai kota
Tugu Pahlawan di tengah-tengah kota Surabaya (kilometer 0) menjadi saksi bisu bahwa tanah leluhur suku Jawa di kota Surabaya, pernah terjadi peperangan dahsyat dengan korban ribuan pejuang 45 (santri) dan pimpinan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) Jenderal Mallaby bersama sejumlah pasukan elite Inggris itu.
Seluruh kota banjir darah dan di mana-mana mayat pejuang dan syuhada’ tidur di jalan-jalan dari Jembatan Merah sampai Surabaya Selatan,, puncaknya di Hotel Oranye (Hotel Mojopahit, sekarang) Tunjungan
Surabaya tempo dulu dengan catatan sejarah sangat menakjubkan telah menoreh-noreh keabadian bahwa kota ini menjadi saksi dunia selalu saja memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara, walaupun dengan mempertaruhkan nyawa, harta benda, juga tahta.
Bahkan tidak berlebihan jika tidak ada perlawanan terhadap pasukan Sekutu dengan pimpinan pasukan Inggris yang memenangkan Perang Dunia II, saat ingin merebut kembali kemerdekaan Republik Indonesia dari kota Surabaya, Indonesia akan kembali
Waktu itu, pasukan Inggris telah menduduki Medan, Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat pertempuran-pertempuran dahsyat. Sedangkan kota-kota besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh Australia. Pasukan Inggris lalu masuk ke Surabaya pada 25 Oktober 1945, berkekuatan sekitar 6.000 orang yang terdiri dari serdadu jajahan India. Di belakangnya membonceng pasukan Belanda yang masih bersemangat menguasai Indonesia.
Perlawanan
Perlawanan kultural terhadap pemerintah kolonial Belanda, berhasil membentuk kiai dan santri-santrinya menjadi lapisan masyarakat bangsa Indonesia yang sangat anti penjajah, Pada gilirannya, sikap anti penjajah ini memberikan sumbangan yang sangat besar pada perjuangan menuju Indonesia merdeka.
Perlawanan kultural itu terus tumbuh dan berkembang menjadi keyakinan di pondok pesantren dengan kekuatan kiai dan para santri bahwa melawan kemungkaran dan kebatilan, sebagaimana dilakukan para penjajah selama ini, akan mendapatkan tempat terhormat dan insyaAllah selalu dalam petunjuk dan pertolongan Allah Ta’ala.
Bahkan kalangan kiai dan santri NU, sejak jaman penjajahan menolak sistem pendidikan Belanda dan cara berpakaian meraka karena menjaga marwah berbangsa dengan sungguhs-sungguh, juga menjaga kedaulatan negara Indonesia dengan terus menerus melakukan perlawanan dengan berbagai cara dan upaya.
Bahkan ketika Jepang mewajibkan agar bangsa Indonesia mengikuti pendewaan terhadap Kaisar Jepang Tenno Haika dengan cara membungkukkan badan ke arah Timur pada waktu-waktu tertentu, NU langsung menyatakan penolakannya. Seperti juga semua orang Islam, pendewaan kepada selain Allah, dipandang sebagai perbuatan syirik oleh NU.
Hasyim Asy’ari secara terbuka menyatakan penolakan itu. Pengaruhnya yang besar menghantarkan kiai pendiri NU ini dijebloskan Jepang ke dalam tahanan. Saikerei yang diwajibkan kepada bangsa Indonesia menjadi api yang membakar perlawanan umat Islam. Adalah KH. Zaenal Musthofa dari Singaparna, seorang anggota NU, kemudian mengangkat senjata. Sebuah perlawanan bersenjata pertama kali terhadap Jepang.
Resolusi Jihad Semakin Punah
Pada 21 Oktober 1945, telah berkumpul para kiai se-Jawa dan Madura di kantor ANO (Ansor Nahdlatul Oelama). Setelah rapat darurat sehari semalam, maka pada 22 Oktober dideklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang belakangan dikenal dengan istilah “Resolusi Jihad”. Sejarawan Belanda Bruinessen mengakui, Resolusi Jihad ini tidak mendapat perhatian yang layak dari para sejarawan.
Dari perspektif historis, banyak orang-orang NU sendiri yang tidak mengerti posisi sejarah Resolusi Jihad. Sangat disayangkan, Resolusi Jihad yang diperankan NU termaginalisasi, bahkan terhapus dari memori sejarah bangsa. Itu akibat pergulatan dan manuver politik, ada upaya-upaya dari kelompok tertentu yang ingin menggusur NU dari dinamika percaturan politik kebangsaan.
Namun sayang, tak dipungkiri, semangat ke-jam’iyyah-an NU di kalangan generasi muda kini semakin merosot. Pada lingkup internal, banyak kader-kader muda NU yang tidak mengerti rangkaian sejarah Resolusi Jihad. Survei membuktikan, ingatan masyarakat tentang Resolusi Jihad NU 1945 yang memiliki mata rantai dengan Peristiwa 10 November di Surabaya semakin punah.
“Oleh karena itu, wacana Resolusi Jihad NU harus dihidupkan kembali, direkonstruksi dan tidak ditempatkan pada upaya politisasi sejarah. Tanpa Resolusi Jihad, tidak akan ada NKRI seperti yang kita cintai saat ini,” kata Gugun El-Guyanie, penulis buku Resolusi Jihad Paling Syar’i.
Resolusi Jihad sudah diberi tetenger dengan peringatan Hari Santri Nasional, peringatan 10 Novemver sebagai Hari Pahlawan sudah membudaya, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, sebagian umat Islam di Indonesia memperingati dengan hati dan naluri, hanya ingin membaca salawat dan memberikan rasa hormat kepada Nabi Muhammad sebagai manusia yang istimewa.
Menjadi tauladan dunia dalam segala hal, tauladan dunia itulah terus menerus menjadi pemantik umat Islam dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad untuk selalu dihidupkan kembali dari masa ke masa. Alhamdulillah jika Allah SWT menurunkan pahlawan berakhlak mulia, di jaman modern ini. (*)