(Oleh Djoko Tetuko)
Ketika Takbir berkumandang umat Islam di Indonesia seperti sudah mendarah-daging menyambut dengan suka cita, bahkan tidak berlebihan menyiapkan makanan siap saji kepada saudara sesama muslim, tidak ketinggalan saudara non-muslim yang berdekatan.
Suasana Hari Raya Idul Fitri tidak hanya sekedar pelaksanaan sholat id beserta khotbah sang khotib, tetapi seperti terhipnotis bahwa hablu min Allah (hubungan dengan Allah) dan Hablu min Nas (hubungan dengan sesama manusia), harus diupaya mencapai titik tertinggi sebagai puncak ibadah, yaitu mendapatkan ampunan serta saling memaafkan.
Oleh karena itu, umat Islam Indonesia berlomba-lomba untuk mendapatkan maghfiroh (ampunan) dari Allah SWT, juga memperoleh maaf dengan meminta maaf dan memberi maaf sesama manusia.
Salah satu sabda Rasulullah SAW menegaskan;
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni”. (HR. Bukhari No. 38 dan Muslim no. 760)
Menggapai ampunan dari Allah SWT dengan melakukan berbagai ibadah wajib dan sunnah, tentu saja dengan harapan untuk mendapat ridloNya, sekaligus mendapat ampunan, bahkan ampunan maksimal.
Sedangkan memburu permohonan maaf, juga siap untuk memaafkan di antara seama muslim, apalagi saudara dekat maupun saudara jauh, dengan berbekal akhlaqul karimah yang lebih muda berbondong-bondong mendatangi yang lebih tua, dengan niat sama memohon maaf dan memberi maaf.
Magnet silaturrahmi semakin kuat ketika jaman kian modern, peradabatan semakin modern, dimana umat Islam sudah mendapatkan penjelasan bahwa mengirimkan do’a kepada seama muslim diterima, apalagi kepada kedua orangtua dan saudara.
Magnet itu menguatkan silaturrahmi bahwa berbuat baik kepada kedua orangtua salah satunya mendatangi, baik tatkala masih hidup maupun setelah wafat dengan mendatangi kuburnya sekaligus mendo’akan.
Berbuat dengan fakir, miskin dan yatim, maka mendermakan atau menginfakkan sebagian rejeki dikhususkan untuk mereka, terutama saudara yang dekat.
Pendekatan, penguatan, dan penyempurnaan ibadah dengan berbuat baik, tentu saja harus dengan tulus ikhlas, dengan niat sungguh-sungguh, dengan akhlaqul karimah (moral tertinggi), yaitu mendatangi tempat-tempat yang dinilai punyai magnet untuk menambah nilai silaturrahmi, terutama kampung halaman dan kampung tempat tinggak orangtua.
Magnet inilah menjadi umat Islam Indonesia mengangkat ajaran agama Islam tentang silaturrahmi menjadi sebuah tradisi bahkan sudah menjadi ’’budaya baru’’ dengan simbol ’’mudik’’.
Magnet sangat kuat bahwa dengan berbuat baik dengan menjembut bola untuk mengerjalan berbuat baik melalui silaturrhami, dengan janji-janji Allah dan RasulNya tentang silaturrahmi, maka menjadikan silaturrahmi sebuah keajaban di bumi Pertiwi, Indonesia tercinta.
Tujuh Keutamaan Silaturrahmi
1). Merupakan konsekuensi iman kepada Allah SWT
Silaturahmi adalah tanda-tanda seseorang beriman kepada Allah SWT sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
” مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ, وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”
2. Dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizqinya*
Orang yang suka mengunjungi sanak saudaranya serta menjalin silaturhami akan dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya. Sebagaimana hadist Rasullullah SAW yang berbunyi
” مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “
“Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”
3. Terhubung dengan Allah SWT
Menyambung tali silaturahmi sama dengan menyambung hubungan dengan Allah SWT sebagaimana disebutkan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
” إَنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ فَقَالَتْ:هَذَا مَقَامُ الْعَائِذُ بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: َنعَمْ, أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكَ وَأَقْطَعَ مَنْ َقطَعَكَ؟ قَالَتْ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ لَكَ ”
“Sesungguhnya Allah swt menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari (menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan. Dia berfirman: “Benar, apakah engkau ridha jika Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau?” Ia menjawab: iya. Dia berfirman: “Itulah untukmu”
4. Penyebab Masuk surga dan dijauhkan dari neraka*
Balasan orang yang menyambung tali silaturahmi adalah didekatkan dengan surga dan dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana yang tertera dalam hadist berikut ini :
” تَعْبُدُ اللهَ وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ “
“Engkau menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan dalam satu riwayat:
” إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُهُ بِهِ دخَلَ َالْجَّنََّةَ “
“Jika dia berpegang dengan apa yang Kuperintahkan kepadanya niscaya ia masuk surga.”
5. Merupakan bentuk Ketaatan kepada Allah SWT*
Menyambung tali silaturahmi adalah salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT maka dengan menjalankan perintahnya maka kita taat kepada Allah SWT. Menjalin silaturahmi juga merupakan salah satu cara meningkatkan akhlak terpuji.
Allah swt berfirman:
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَآأَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk” (QS. Ar-Ra’d :21)
6. Pahalanya seperti memerdekakan budak*
Sebuah hadist meriwatkan bahwa dari Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits radhiyallahu ‘anha, bahwasanya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan tidak memberi kabar kepada Nabi saw sebelumnya, maka tatkala pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata: Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku? Beliau bertanya: “Apakah sudah engkau lakukan?” Dia menjawab: Ya. Beliau bersabda:
” أَمّا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ ِلأَجْرِكِ “
“Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar pahalanya untukmu.”
7. Bersedekah terhadap keluarga sendiri tidak seperti sedekah terhadap orang lain*
Mengunjungi sanak saudara dan bersedekah adalah salah satu perbuatan mulia dan memiliki faedah yang besar. Bersedekah kepada keluarga lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain dan bisa menghindari dari perbuatan riya. Bersedekah kepada keluarga dan orang lain kemudian menceritakannya atau riya adalah salah satu dari hal-hal yang menghapus amal ibadah sedekah tersebut,
Hal ini dianjurkan kepada setiap umat muslim sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist dari Salman bin ‘Amir ra, dari Nabi saw beliau bersabda:
” الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ “
“Sedekah terhadap orang miskin adalah sedekah dan terhadap keluarga sendiri mendapat dua pahala: sedekah dan silaturahmi.” (HR Tirmidzi)
Demikian pula dengan hadits Zainab ats-Tsaqafiyah radhiyallahu ‘anha, istri Abdullah bin Mas’ud ra, ketika ia pergi dan bertanya kepada Nabi saw: Apakah boleh dia bersedekah kepada suaminya dan anak-anak yatim yang ada dalam asuhannya? Maka Nabi saw bersabda:
” لَهَا أَجْرَانِ: أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ “
“Untuknya dua pahala, pahala kekeluargaan dan pahala sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Meskipun silaturahmi memiliki banyak keutaam tidak sedikit orang yang meninggalkannya. Menyepelekan bersilaturahmi bukanlah hal yang baik. Meskipun orang yang kita kunjungi berbuat zhalim, melakukan fitnah ( baca larangan fitnah dalam islam )atau memiliki sifat sombong kepada kita namun tetap saja kita harus menjalin tali silaturahmi yang baik sebagaimana yang disebutkan dalam hadist berikut :
Dan dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra aku berkata: Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang utama, maka beliau bersabda:
” صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَأَعْرِضْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ “
“Sambunglah orang yang memutuskan (hubungan dengan)mu, berilah kepada orang yang tidak memberi kepadamu, dan berpalinglah dari orang yang berbuat zalim kepadamu” (HR Ahmad)
Orang yang memutuskan silaturahmi tidak hanya berdosa besar melainkan juga akan diberikan ganjaran sebagaimana yang hadist berikut :
” اَلرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُوْلُ: مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللهُ “
“Rahim bergantung di Arys seraya berkata: Barangsiapa yang menyambung hubunganku niscaya Allah swt menyambungnya, dan barangsiapa yang memutuskan aku niscaya Allah swt memutuskan hubungan dengannya” (HR Bukhari dan Muslim)
” مَا مِنْ ذَنْبٍ أَحْرَى أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يُدَّخَرُ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ “
“Tidak ada dosa yang Allah swt lebih percepat siksaan kepada pelakunya di dunia, serta yang tersimpan untuknya di akhirat selain perbuatan zalim dan memutuskan tali silaturahmi” (HR Tirmidzi)
Dan diriwayatkan bahwa orang yang memutuskan tali silaturahmi, amalannya tidak akan diterima, dari Abu Hurairah ra ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
” إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيْسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ “
“Sesungguhnya amal ibadah manusia diperlihatkan setiap hari Kamis malam Jum’at, maka tidak diterima amal ibadah orang yang memutuskan hubungan silaturahmi” (HR Ahmad)
Abdullah bin Abi Aufa ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
” لاَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ عَلَى قَوْمٍ فِيْهِمْ قَاطِعُ رَحِمٍ “
“Rahmat tidak akan turun kepada kaum yang padanya terdapat orang yang memutuskan tali silaturahmi” (HR Muslim
Dan orang yang memutuskan tali silaturahmi terancam tidak bisa masuk surga, dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’im ra, dari Nabi saw beliau bersabda:
” لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ “
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan (silaturahmi)” (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah keutamaan menyambung tali silaturahmi dan ganjaran yang kita peroleh jika melakukannya ataupun meninggalkannya. Islam mengajarkan kita untuk selalu memiliki akhlak terpuji dan beramal shaleh.
Mengunjungi sanak saudara dan menjaga lisan sangatlah diutamakan karena bahaya lidah sangatlah besar. Semoga kita senantiasa mendapat hidayah Allah SWT dan terhindar dari siksa di hari kiamat.
Semoga bermanfaat
Wallahu a’lam bishowab
#Sahabat muslim.