banner 728x90

Tol Laut Ingkar Janji

Tol Laut Ingkar Janji
Kapal Tol Laut mangkrak setahun lebih di Pelabuhan Boom Banyuwangi

Oleh : Oki Lukito

SEDIKITNYA lima perusahaan pelayaran tenggelam alias bangkrut selama ‘kapal’ Tol Laut berlayar sejak tahun 2015. Aturan baru Kementerian Perdagangan yang mengizinkan semua jenis komoditi selain sembako boleh diangkut kapal Tol Laut, mempercepat proses kebangkrutan industri pelayaran nasional. Alken, Mentari Line, Daya Kaltim, BJL dan SBI korban ketidak jelasan konsep Tol laut yang sejak dicanangkan mencuatkan kontroversi itu.

Pencanangan Tol Laut lima tahun lalu merupakan upaya membangun konektivitas, membuka jalur logistik dan diyakini program ini mampu menekan disparitas harga antarwilayah. Hal yang lebih penting melalui gagasan ini mencuatkan semangat mengembalikan marwah jati diri sebagai bangsa bahari.

Komitmen Presiden Joko Widodo dengan konsep Poros Maritim dan Tol Laut, semula menjadi ekspektasi besar bangsa ini. Bukan saja harapan dan solusi dari persoalan himpitan ekonomi nasional, lebih dari itu pengelolaan kekayaan laut menjadi leading sektor pembangunan masa depan. Di periode ini lahir institusi baru yang menjadi palaksa kelancaran program yaitu Kementrian Koordinator Kemaritiman.

Di tengah perjalanannya Tol Laut tidaklah mulus. Riak dan gelombang besar terkadang menerpa serta menghambat laju program yang sudah menggerus anggaran APBN sekitar Rp 50 triliun itu. Salah satu pemicunya koordinasi antardepartemen tidak seperti diharapkan. Ego sektoral instansi karena merasa mempunyai payung hukum sendiri tidak mampu diredam Menko Kemaritiman.

Misalnya di pengawasan dan pengamanan teritorial laut, ditangani banyak institusi dan tumpang tindih kewenangan. Selain TNI-AL ada Indonesian Coast Guard (Bakamla), Satgas 115 (KKP), Polair, Indonesian Sea and Coast Guard (Kemenhub) dan Marine Costoms (Bea Cukai).

Memasuki tahun ke enam Tol Laut bak kapal kandas karena konsepnya top down. Ibarat jauh layar dari tiangnya. Pemangku kepentingan kemaritiman justru tidak dilibatkan dalam pembahasan awal, misalnya asosiasi pengusaha pelayaran (INSA) dan armada kapal rakyat (Pelra).

Ini fatal, padahal keberadaan mereka sangat siknifikan selaku pemain utama. Kemudian muncul deklarasi Dorolonda di Surabaya, Februari 2019 yang salah satu poin deklarasi janji pemerintah melibatkan armada Pelra. Disesalkan janji itu tinggal janji. Dua ratus kapal rakyat hibah dari Kemenhub dipermasalahkan. Nama Pelra dicatut, padahal tidak satupun kapal kapal tersebut dihibahkan ke asosiasi Pelra.

Tol Laut yang semarak didengungkan pada awalnya dan nyaris senyap setelah lima tahun pelaksanaan. Ironinya lagi tidak semua kapal baru beroperasi. Di sejumlah pelabuhan antara lain Dumai, Situbondo, Banyuwangi sejumlah kapal hibah Pelra tidak beroperasi.

Di Pelabuhan Boom, Banyuwangi 8 unit kapal kayu 35 GT lebih dari setahun mangkrak di tepi dermaga tanpa kejelasan. Di Pelabuhan Jangkar, Situbondo kapal Pelra sejak diserahkan dua tahun lalu belum pernah dioperasikan, Pemkab Situbondo tidak memiliki anggaran perawatan dan operasional kapal.