Opini  

PSBB Stop! Transisi Jangan Sekedar Janji

PSBB Stop! Transisi Jangan Sekedar Janji
H. Djoko Tetuko Abdul Latief

Oleh : Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi Transparansi)

Senin pagi hingga malam sekitar pukul 21:00 suasana Daerah Istimewa Ibukota Jakarta, benar-benar kembali normal sebagaimana upaya transisi menuju kenormalan baru. Transportasi seperti sudah pulih dan jalan-jalan sudah mulai macet, walaupun di beberapa ruas jalan masih lancar. Tetapi suasana kebatinan sudah seperti “bangkit kembali” menuju kehidupan baru dan kenormalan baru penuh dengan kearifan.

Masjid di sebuah instansi pemerintahan tetap melaksanakan sholat berjamaah 5 waktu dengan protokol kesehatan (khusus tulisan ini menampilkan foto di masjid) dengan memberi tanda silang merah untuk menjaga jarak antar Makmun, tentu saja dengan memberi tanda hitam untuk tempat jamaah berdiri dan menetap di tanda itu, dibolehkan beribadah tanpa pindah-pindah.

Ada masjid perkampungan di daerah sekitar Pasar Minggu, selain menjalankan protokol kesehatan, lebih ketat lagi sampai sandal dan sepatu jamaah diminta dibungkus dan diminta membawa ke dalam masjid termasuk membawa lantai atas sekalipun, “para jamaah binggung tidak biasanya sandal dibawa sampai ke lantai 2,” kata Ipin —panggilan akrab Muhammad Arifin—, Senin (8/6/2020).

Ketika makan di sebuah restaurant di kawasan Sunter, pengunjung sudah dibolehkan makan di tempat dengan standar dan protokol Covid-19 menjaga jarak dan di test suhu badan lebih dahulu. Tetapi tempat duduk ditata sedemikian rupa.  Hanya saja tidak ada pengumuman atau himbauan pelaksanaan transisi menuju kenormalan seperti apa?

Jakarta sebagai provinsi pertama menggagas “masa transisi”, lebih tepatnya mengembalikan kehidupan normal lama dengan beberapa syarat pokok; (1) wajib pakai masker, (2) jaga jarak, (3) test suhu, dan (4) semprotan kesehatan. Selebihnya menunggu apakah dengan cara ini kondisi bisa normal dan mampu menekan kasus positif terinfeksi virus Corona, kesembuhan bisa meningkat secara signifikan, serta angka kasus wafat dapat distop seperti kemampuan menyetop PSBB. Tentu saja belum tahu karena sekarang masih terus dicoba dan dievaluasi hingga menemukan formulasi sesuai harapan semua masyarakat bersama pemerintah, kehidupan benar-benar normal dengan rasa aman, nyaman, tertib, patuh, juga bersama-sama menjaga kesehatan.

PSBB Stop! Transisi Jangan Sekedar Janji
Di instansi pemerintahan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di halaman depan sudah tertulis baliho besar dengan gambar seseorang pakai masker “Wajib Pakai Masker”. Dan kursi tempat menunggu di lobi, dari empat kurai bersambung —2 bagian tengah—dikosongkan dengan diberi tanda silang merah. Perlengkapan cuci tangan disiapkan hampir di setiap sudut menjelang masuk maupun ketika hendak keluar.

Mulai hari ini pukul 00:00, Selasa (9/6/2020), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yakni Surabaya, Gresik dan Sidoarjo disepakati  tidak diperpanjang. Kesepakatan itu sesuai dengan kehendak Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, Bupati Sidoarjo Nur Syaifudin dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini saat rapat koordinasi dan evaluasi dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (8/6/2020).

Jadi, kesepakatan memutuskan masa transisisi menuju kenormalan adalah tiga pemangku wilayah Surabaya Raya, bukan Gubernur. Sementara Pergub PSBB tahap tiga untuk wilayah Surabaya, Gresik dan Sidoarjo sudah distop pada tanggal 8 Juni 2020, pukul 00:00.

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Heru Tjahjono, menyatakan bahwa. menyangkut hal-hal bersifat teknis seperti ketentuan atau aturan masa transisi, maka  Perwali Surabaya maupun Perbub Gresik dan Sidoarjo, akan diselesaikan pada Selasa (9/6/2820) besok.

Salah satu alasan Kota Surabaya menyetop PSBB, sebagaimana disampaikan Walikota Surabaya Tri Rismaharini bahwa kondisi ekonomi rakyat kecil mengalami kesulitan, karena tidak bisa bekerja dengan usaha atau berdagang. Padahal kebutuhan makin tinggi, walaupun sekedar memenuhi kebutuhan untuk makan. Dan sekarang ini sangat membutuhkan kehidupan normal untuk bisa berdagang kembali, untuk bisa bekerja kembali, menutupi dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Suasana kebatinan di Gresik sebagai salah satu daerah wisata religi dengan sebutan  “kota wali” karena ada 2 makam wali masyhur di antara Walisongo, yaitu; Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Raden Paku (Sunan Giri), selama 6 minggu, terutama pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri menjadi “kota mati”.

Demikian pula, “kota kuliner” Sidoarjo, jika sebelum PSBB menjadi wilayah kuliner 24 jam dengan makanan khas seperti rawon serta makanan tradisional Jawa Timuran, juga tiba-tiba selama PSBB menjadi “kota sunyi” selama 6 minggu, dunia perdagangan dengan dominasi PK-5 (pedagang kaki lima) benar-benar hancur dan tak berkutik, berhenti tanpa pembeli.

PSBB stop mulai hari ini, bukan berarti semua kembali normal dengan semau gue, dengan melanggar protokol kesehatan, dengan menentang physical distancing maupun social distancing, dengan melakukan pembiaran-pembiaran yang membahayakan. Dan semua kembali ke Kota Surabaya untuk membuat Peraturan Walikota (Perwali) dengan kebijakan yang memihak kepentingan rakyat, sekaligus menjaga kesehatan rakyat.