Surabaya Punya Ikon Baru Ayam Jago Simbol Perjuangan Sawunggaling

Surabaya Punya Ikon Baru Ayam Jago Simbol Perjuangan Sawunggaling
Kota Surabaya memiliki ikon baru di wilayah Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri. Ikon tersebut berupa monumen Ayam Jago yang dijadikan sebagai tetenger.

SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Kota Surabaya memiliki ikon baru di wilayah Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri. Ikon tersebut berupa monumen Ayam Jago yang dijadikan sebagai tetenger, atau penanda sejarah dari perjuangan Joko Berek alias Raden Sawunggaling yang menjadi legenda di Kota Pahlawan.

Camat Lakarsantri, Yongky Kuspriyanto Wibowo mengatakan, monumen Ayam Jago ini sebagai penanda cikal bakal berdirinya Kota Surabaya. Yongky menyebutkan, menurut cerita para sesepuh di wilayah Kecamatan Lakarsantri, Joko Berek atau yang biasa dikenal Raden Sawunggaling merupakan anak dari Adipati Jayengrono, seorang raja yang berkuasa di Kadipaten Surabaya pada zaman dulu.

Kala itu, jelas Yongky, Joko Berek memiliki hobi memelihara dan adu ayam jago. Singkat cerita, Joko Berek yang hanya tinggal bersama Ibunya, yakni Biyung Dewi Sangkrah, menanyakan keberadaan ayahnya. Dewi Sangkrah lantas menjawab, bahwa ayahnya adalah seorang Adipati bernama Jayengrono.

“Saat itu Joko Berek diberi ibunya (Dewi Sangkrah) sehelai selendang warna kuning. Katanya, kalau ingin mencari keberadaan ayahnya, agar membawa selendang kuning itu ke Kadipaten Surabaya, tempat kerajaan Jayengrono,” jelas Yongky.

Sesampainya di Kadipaten Surabaya, lanjut Yongki, Joko Berek bertemu dengan dua saudara tirinya yakni Sawungrana dan Sawungsari. Lantas Sawungrana dan Sawungsari menanyakan maksud serta tujuan Joko Berek datang ke Kadipaten Surabaya.

“Joko Berek mengaku kalau dia anak Adipati Jayengrono, tapi saat itu Sawungrana dan Sawungsari tidak percaya, hingga akhirnya Joko Berek ditantang untuk bertarung ayam jago dan memanah. Setelah itu, akhirnya dia (Joko Berek) memenangkan pertarungan dan bertemu dengan Jayengrono. Saat itu juga, Joko Berek memberikan selendang kuning pemberian ibunya kepada Jayengrono,” terangnya.

Tidak berhenti di situ, lanjut Yongky, perjuangan Joko Berek belum berakhir. Agar bisa tinggal di lingkungan Kadipaten Surabaya, Jayengrono meminta kepada Joko Berek agar membabat habis hutan Wonokromo yang menjadi cikal bakal berdirinya Kota Surabaya saat ini.

“Wonokromo itu kan dulunya hutan, karena cikal bakalnya Surabaya zaman dulu itu ya di situ. Kenapa ada Ayam? Karena ketika dia (Joko Berek) mencari ayahnya tadi, selalu membawa ayam dan setiap kali ayam itu diadu selalu menang,” paparnya.

Yongky menerangkan, adanya monumen Ayam Jago di wilayah Kelurahan Lidah Wetan tidak hanya sebagai penanda perjuangan Joko Berek, akan tetapi juga bagian dari pengingat sejarah asal berdirinya Kota Surabaya pada zaman dulu.

Monumen Ayam Jago ini diletakkan di antara ruas Jalan Raya Menganti, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya. Letaknya tak jauh dari kawasan Makam Raden Sawunggaling di Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri.

Editor: Wetly