Opini  

Banjir dan Tahta

Banjir dan Tahta
Djoko Tetuko Abd. Latief

Banjir lagi, bencana lagi. Itulah berita termasyhur hari hari ini, ketika menyaksikan saudara saudara kita di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh dihantam bencana banjir bandang dengan gelombang besar antara lumpur dengan kayu kayu gelondongan.

Masyarakat begitu terperangah menyaksikan musibah bencana dahsyat ini. Korban tewas tercatat dalam bencana besar ini. Korban merana kehilangan rumah dan harta benda juga kehilangan semua milik mereka.

Banjir menghantam semua kawasan terdekat, menggusur pemukiman, mencederai semua warga terutama yang kini menerima musibah dan bencana. Lagu penyanyi legendaris Ebit G Ade, mengingatkan dengan syair

“Mengapa di tanahku terjadi bencana?”

“Dan apakah di sana terjadi juga bencana?”

“Tanyakan pada rumput yang bergoyang…”

“Alam ini kadang bersahabat, kadang tidak”

“Alam mulai enggan bersahabat dengan kita”

Korban meninggal dunia tercatat 217 dan 209 masih dalam pencarian ini tersebar di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Kota Padang Sidempuan, Deli Serdang, dan Nias. “Pencarian korban terus dilakukan,” ungkap Kepala BNPB, Suharyanto, lewat siaran pers.

Bencana Banjir di Sumatera Barat, tercatat 129 jiwa meninggal dunia, 118 hilang, dan 16 luka-luka. Korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, dan Pesisir Selatan. Total pengungsi mencapai 11.820 KK atau 77.918 jiwa, dengan konsentrasi terbesar di Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan

Sementara di Provinsi Aceh, hingga kini sementara tercatat 96 jiwa meninggal dunia dan 75 jiwa hilang. Angka itu dihimpun dari korban di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya. Jumlah pengungsi mencapai 62.000 KK di berbagai kabupaten/kota.

Banjir besar dan bencana besar lagi,  di wilayah Sumatra pada akhir November 2025, hingga menimbulkan dampak luas di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat.

Di antaranya hujan berintensitas tinggi yang turun berhari-hari, diperparah kerusakan hutan di daerah hulu dan buruknya sistem drainase, membuat banyak wilayah terendam dan memicu banjir bandang serta longsor di berbagai titik.

Peningkatan risiko banjir juga terjadi karena musim hujan diprediksi berlangsung lebih lama dari biasanya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia mulai dari Sumatra hingga Papua telah memasuki puncak musim hujan, yang diperkirakan akan berlanjut hingga awal tahun 2026.

Data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) dari stasiun BMKG menunjukkan bahwa intensitas hujan bervariasi antar daerah, dengan wilayah Indonesia Timur mencatat curah hujan yang paling tinggi. Kondisi geografis berupa pegunungan, hutan hujan, dan iklim tropis basah membuat kawasan ini lebih rentan terhadap hujan lebat dan banjir.

Peristiwa banjir di Sumatra tahun 2025 ini  mengingatkan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang bencana hidrometeorologi.

Banjir bandang terbesar di dunia pernah terjadi pada zaman kenabian,   merujuk pada banjir bandang dahsyat pada zaman Nabi Nuh AS, yang merupakan salah satu peristiwa terbesar yang diceritakan dalam sejarah agama samawi.

Peristiwa ini dikenal sebagai azab dari Allah SWT kepada kaum Nabi Nuh yang ingkar dan menolak seruan untuk beriman selama beratus-ratus tahun.

Dimana Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, tetapi hanya sedikit pengikut setianya yang mau bertobat dan beriman. Kaum yang membangkang terus melakukan perbuatan zalim dan menyembah berhala.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera (kapal) yang sangat besar sebagai persiapan menghadapi bencana air bah yang akan datang.

Ketika azab datang, air memancar dari bumi dan hujan turun dengan sangat lebat dari langit, menyebabkan banjir bandang yang menenggelamkan seluruh kaum yang ingkar.

Hanya Nabi Nuh, keluarga, pengikut setianya, dan sepasang hewan dari setiap jenis yang berada di dalam bahtera yang selamat dari bencana tersebut.

Penulis: Djoko Tetuko