“Seperti yang terjadi pada hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2025, persidangan di Pengadilan tidak dilakukan sebab Terdakwa, Penasihat Hukum, JPU, dan Majelis Hakim melakukan survei lapangan yakni mendatangi lokasi barang bukti untuk memeriksa dan melihat kondisi di lapangan,” ungkap Penasihat Hukum lagi.
Pihak kuasa hukum menegaskan, penyebaran berita bohong mengenai proses persidangan bukan sekadar pelanggaran etika jurnalistik, namun juga berpotensi menjadi pelanggaran hukum.
“Kami harap para pewarta tidak menulis berita yang tidak sesuai fakta karena hal tersebut juga merupakan satu pelanggaran hukum. Bila para pewarta menulis informasi tidak sesuai faktanya, kami mohon segera melakukan perbaikan, dan tidak lagi menyebarkan informasi yang tidak sesuai. Bila tidak, kami akan melakukan langkah tegas untuk melakukan upaya hukum yang berlaku,” tegas Penasihat Hukum PT SHC dalam konferensi pers, Rabu (15/10/2025).
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi dunia pers agar tetap menjunjung tinggi verifikasi dan akurasi informasi dalam setiap pemberitaan hukum. Pihak PT SHC berharap, media dan masyarakat dapat memilah sumber berita yang sahih agar tidak termakan isu yang justru menyesatkan jalannya proses hukum.
Dengan langkah klarifikasi terbuka dari tim hukum, diharapkan publik memahami bahwa proses persidangan kasus sianida di Surabaya benar-benar berjalan sesuai mekanisme hukum, dan tidak seperti yang diberitakan oleh sejumlah sumber tak bertanggung jawab. (u’ud)