SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Surabaya melaporkan adanya lonjakan kasus kebakaran di wilayah Kota Pahlawan. Sepanjang bulan September 2025, terjadi 51 kebakaran. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan mempercepat waktu tanggap, DPKP memangkas response time menjadi 6,5 menit.
Kepala DPKP Surabaya, Laksita Rini Sevriani mengatakan, pihaknya telah meningkatkan kesiapsiagaan dengan mempercepat waktu tanggap atau response time. Standar waktu untuk tiba di lokasi kejadian kini dipangkas dari 7 menit menjadi 6,5 menit, sebagai upaya untuk menekan risiko dan meminimalisasi kerugian.
“Kami terus berupaya memberikan pelayanan terbaik. Response time kami kini adalah 6,5 menit untuk sampai di lokasi kejadian. Ini adalah percepatan dari standar 7 menit, tujuannya jelas untuk menurunkan risiko dan memperkecil korban jiwa, serta kerugian material,” ujar Laksita, Rabu (8/10/2025).
Dia menjelaskan bahwa kejadian kebakaran di bulan September 2025 menunjukkan kenaikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh kombinasi antara puncak musim panas ekstrem dan kelalaian dalam instalasi kelistrikan serta penggunaan alat rumah tangga.
“Berdasarkan data kami menunjukkan ada lonjakan, khususnya pada kasus kebakaran. Total 51 kejadian, kami tangani selama September. Ini merupakan dampak nyata dari musim panas yang sedang mencapai puncaknya,” jelasnya.
Ia merinci bahwa sebagian besar kasus, yakni 20 kejadian kebakaran, didominasi oleh kebakaran alang-alang atau lahan terbuka.
“Dua puluh kejadian itu mayoritas adalah kebakaran alang-alang. Kondisi cuaca yang sangat panas, ditambah hembusan angin yang tinggi, membuat alang-alang menjadi sangat kering dan mudah terbakar. Begitu ada pemicu, api menyebar dengan sangat cepat,” rincinya.
Dijelaskan bahwa pemicu kebakaran ini melibatkan dua faktor, yakni faktor manusia dan alam. Pada faktor kelalaian manusia, biasanya bermula dari warga yang membakar sampah di ruang terbuka.
“Kami sering menemukan bahwa begitu ada angin, daun-daun kering atau rumput yang terbakar itu menggelinding atau terbang, akhirnya memicu kebakaran di spot-spot lain,” terang Laksita.
Selain faktor manusia, terdapat juga faktor alam murni. Ketika cuaca begitu terik, alang-alang yang sangat kering bisa terbakar tanpa sengaja.
“Kami juga tidak bisa mengabaikan faktor alam. Pada cuaca sepanas ini, alang-alang yang sangat kering dan kemungkinan adanya pecahan kaca di lahan terbuka yang berfungsi seperti lensa dapat menimbulkan panas terfokus, akhirnya memicu api tanpa intervensi langsung dari manusia,” tambahnya.