SOLO – Pelantikan dan pengukuhan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2025-2030 di Monumen Pers Nasional Solo membawa pesan mendalam, Sabtu (4/10/2025).
Pengukuhan dihadiri Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid dan Wamenkomdigi, Nezar Patria.
Acara diawali dengan pembacaan Surat Keputusan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang memanggil satu per satu jajaran pengurus maju ke depan.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan naskah pengukuhan oleh Ketua PWI, Akhmad Munir.
Sebelum pengukuhan, Munir menegaskan PWI sebagai organisasi yang mengemban misi terwujudnya kehidupan pers yang merdeka, profesional, bermartabat, dan berpegang pada kode etik jurnalistik.
“Keberadaan saudara-saudara sekalian dalam kepengurusan Wartawan Indonesia melalui proses yang selektif dan dipercaya mampu mengemban misi tersebut,” ungkapnya.
Munir kemudian meminta pernyataan para pengurus.
“Apakah saudara-saudara bersedia mengemban kepercayaan dan kehormatan sebagai pengurus PWI Pusat?” ungkap Munir.
“Bersedia!” jawab seluruh pengurus.
Setelah itu, jajaran pengurus PWI Pusat 2025-2030 yang resmi dikukuhkan mendapatkan ucapan selamat dari Menkomdigi Meutya Hafid, Wamenkomdigi Nezar Patria, dan para tamu kehormatan.
Sementara itu Menkomidigi dalam pidatonya mengungkapkan momentum pengukuhan diharapkan bukan hanya seremonial.
Bahkan pelantikan di Monumen Pers Nasional sebagai napak tilas berdirinya PWI pada 1946. Di mana para senior wartawan kala itu menekankan persatuan yang selanjutnya terlahir namanya PWI.
“Tetapi kesempatan berharga menegaskan kembali arti penting pers bagi cahaya kebenaran dan persatuan bangsa,” ungkap Meutya Hafid.
Mantan Ketua Komisi I DPR RI itu juga menceritakan bagaimana Ia didatangi para senior wartawan untuk mendiskusikan bagaimana menyatukan PWI.
“Waktu itu saya baru dilantik menteri kedatangan senior-senior pers, karena saya dulunya wartawan, kalau kedatangan senior agak ndredek-ndredeknya, membicarakan mengenai bagaimana menyatukan PWI,” ungkap Meutya.
“Lalu kemudian dari diskusi itu kita simpulkan bahwa dengan menghormati independensi pers Indonesia, maka pemerintah akan menjaga betul sejauh mana kita tidak terlibat dalam penyatuan ini,” tambahnya.
Meutya Hafid mengungkapkan pemerintah memposisikan diri untuk tidak sedikit pun melakukan intervensi.
“Waktu itu kami pilih sebagai orkestrator, kami ditemani Pak Wamen, dan kita sepakati itu yang pertama karena menjaga independensi pers, dengan sangat hati-hati.”
“Yang kedua karena kami yakin sekali kalau para tetua dan pemuda-pemudi insan pers sudah berkumpul, kita yakin sekali persatuan bisa tercapai seperti yang kita lihat hari ini,” lanjut Meutya.