“Perlu kita pahami, dalam KUHP mengatur tentang penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu (voorbedachte raad), secara tegas Pasal 353 ayat (2) menyebutkan bahwa jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka pelaku diancam pidana paling lama 7 tahun,” tegas dia.
Pernyataan sikap yang sama juga ditegaskan oleh oleh Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Wilayah Jawa Timur, Dedi Ismiranto.
“Kami mendorong penegakan hukum secara tegas dan tuntas terhadap pelaku kekerasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, guna memberikan rasa keadilan bagi korban serta efek jera bagi pelaku dan pihak-pihak lainnya,” kata Dedi.
Dalam kesempatan itu, Dedi juga mengimbau masyarakat, apabila mengalami keluhan dalam pelayanan, agar disampaikan melalui mekanisme resmi yang ada di rumah sakit. Artinya, keluhan itu bukan disampaikan dengan cara kekerasan atau penganiayaan.
“IDI Wilayah Jawa Timur bersama tim hukumnya akan menindaklanjuti secara konsisten serta senantiasa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait apabila masih terjadi tindakan premanisme atau kekerasan terhadap tenaga medis,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Bidang Advokasi dan Hukum Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) Surabaya Raya, Julie Kun Widjajanto menegaskan, pihaknya akan terus mengawal permasalahan hukum dr Faradina, baik dari segi administratif, perdata, maupun pidana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk mendapatkan keadilan.
“Sikap dari PABI Surabaya Raya dibuat demi memberikan perlindungan hukum pada anggota PABI Surabaya Raya dalam melaksanakan layanan kesehatan pada penderita secara optimal sesuai kompetensi,” katanya. (*)