Hukrim  

Setelah Bertahun-tahun Berjuang, Widyawati Menang Gugatan Warisan Melawan Sang Adik

Setelah Bertahun-tahun Berjuang, Widyawati Menang Gugatan Warisan Melawan Sang Adik

SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Setelah tiga tahun memperjuangkan hak waris, Widyawati Santoso akhirnya menang di tingkat Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Rumah warisan di Menur Pumpungan Surabaya kini harus dibagi untuk tujuh ahli waris.

Widyawati Santoso, perempuan berusia 75 tahun, akhirnya mendapatkan titik terang atas perjuangannya mempertahankan hak waris yang ia yakini sebagai milik bersama tujuh bersaudara. Bertahun-tahun berselisih paham dengan adiknya sendiri, Rudy Jananto, kini Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya.

Sengketa Rumah Warisan yang Membelah Keluarga

Masalah bermula ketika Rudy, anak ketiga dalam keluarga, mengklaim sebagai pemilik tunggal rumah warisan di Jalan Menur Pumpungan, Surabaya. Klaim itu ia dasarkan pada surat pernyataan wasiat dari ayah mereka, mendiang Kok Kwee Quarry Kuotakusuma, yang dibuat tahun 2021.

Namun bagi Widyawati, surat itu bukanlah akhir dari segalanya. Ia melihat ketidakwajaran dan memperjuangkan keadilan, karena rumah seluas 1.000 meter persegi itu sejatinya adalah peninggalan orang tua yang harus dibagi untuk semua anak—tujuh orang bersaudara.

Gugatan Ditolak, Harapan Belum Padam

Pada awalnya, gugatan Widyawati sempat kandas di Pengadilan Negeri Surabaya. Bahkan, Rudy berhasil mengajukan gugatan balik (rekonvensi) yang dikabulkan hakim. Dalam putusan itu, hakim menyatakan Rudy sebagai pemilik sah rumah berdasarkan surat wasiat.

Namun, Widyawati tak menyerah. Tidak sempat mengajukan banding, ia langsung melompat ke tahapan PK. Di sini, kejelian tim kuasa hukumnya menjadi kunci.

Novum dari BHP Surabaya Menjadi Titik Balik

Dalam PK yang diajukan, Widyawati menyertakan novum berupa tiga surat dari Balai Harta Peninggalan (BHP) Surabaya. Surat-surat itu membuktikan bahwa pengampuan atas nama ibu mereka, Ratnayani Limantoro, yang diajukan sang ayah sebenarnya belum pernah disahkan atau dilaksanakan.

“Dalam hal ini Kok Quarry Kuotakusuma belum dapat bertindak mewakili kepentingan Ratnayanti Limantoro,” jelas majelis hakim dalam pertimbangan putusannya. Mereka juga menyoroti bahwa surat wasiat tersebut hanyalah akta di bawah tangan, bukan dokumen resmi yang memiliki kekuatan hukum penuh.

Keadilan yang Akhirnya Ditegakkan

Majelis Mahkamah Agung pun memutuskan bahwa rumah warisan itu harus dibagi untuk tujuh ahli waris, termasuk bagian dari almarhum Yoseph Kuotakusuma yang akan jatuh kepada ketiga anaknya.

Jika Rudy tidak segera menyerahkan rumah itu sesuai pembagian, ia diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 juta per hari keterlambatan.

Langkah Selanjutnya: Eksekusi Putusan

Albertus Soegeng, kuasa hukum Widyawati, menyambut baik keputusan ini.

“Putusan ini mempertimbangkan asas-asas keadilan, terutama bagi penerima waris. Kami akan segera mengajukan permohonan eksekusi putusan PK tersebut minggu depan,” ujarnya.

Kisah ini mencerminkan bahwa sengketa warisan bukan hanya soal kepemilikan materi, tetapi juga tentang menjaga integritas dan keadilan dalam keluarga. Widyawati memperjuangkan bukan hanya haknya, tapi juga hak saudara-saudaranya yang lain—sebuah sikap yang jarang kita temukan hari ini. (u’ud)