Pergeseran itu memaksa sejumlah perangkat daerah untuk menyesuaikan strategi, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Kediri. Tahun ini, Satpol PP mengelola anggaran DBHCHT sebesar Rp2,05 miliar khusus untuk penegakan hukum dan sosialisasi terkait rokok ilegal.
“DBHCHT sekarang harus digunakan secara mandiri, tidak boleh disatukan dengan hiburan atau kegiatan massal lainnya,” ujar Femy Syafonto, Subkoordinator Pencegahan dan Pembinaan Hukum Daerah Satpol PP Kota Kediri, mewakili Kepala Satpol PP Samsul Bahri, Kamis 8 Mei 2025.
Menurut Femy, kegiatan sosialisasi tatap muka tahun ini hanya diperbolehkan enam kali, dengan jumlah peserta maksimal 50 orang. Untuk menjangkau audiens yang lebih luas, Satpol PP memaksimalkan peran media.
Di sisi lain, Satpol PP juga menggencarkan operasi gabungan bersama Bea Cukai, TNI, Polri, dan Kejaksaan. Sasaran utamanya adalah toko-toko kecil yang menjual rokok tanpa pita cukai. Penindakan dilakukan di tempat jika ditemukan pelanggaran.
“Kalau tahun lalu jumlah operasi bisa fleksibel, sekarang dibatasi maksimal tiga regu per hari, masing-masing sepuluh personel dari lintas instansi,” ujar Femy.
Namun, pelaksanaan di lapangan tak sepenuhnya mulus. Keterlibatan Bea Cukai Kediri, misalnya, terbatas karena instansi itu juga bertanggung jawab di empat wilayah yakni Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Jombang, dan Nganjuk. Selain itu, kendaraan operasional oleh Satpol PP yang digunakan untuk razia masih minim pada 2024 lalu.
Kendala juga muncul pada serapan anggaran. Tahun 2024, dari total Rp4 miliar DBHCHT yang dikelola Satpol PP, tersisa Rp1,2 miliar dalam bentuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). Dana tak terserap karena sejumlah kegiatan harus diubah setelah Perubahan Anggaran Keuangan (PAK), dan sebagian berbenturan dengan tahapan Pemilu dan Pilkada.
“Kami dapat edaran agar semua kegiatan sosialisasi tuntas sebelum 23 September 2024. Kalau mengumpulkan massa besar, bisa dianggap kampanye,” kata Femy.
Kepala Bagian Administrasi Perekonomian Kota Kediri, Tetuko Erwin Sukarno, membenarkan adanya perubahan tersebut. Menurut dia, sosialisasi yang sebelumnya dilakukan secara massal, kini dibatasi maksimal 200 orang dalam satu kegiatan. Selain itu, kegiatan sosialisasi tidak boleh lagi digabungkan dengan acara hiburan atau kegiatan besar lainnya.
“Kalau sebelumnya kami bisa memanfaatkan momen seperti Kediri Nite Carnival untuk menyampaikan program kepada masyarakat tentang DBHCHT, sekarang tidak lagi bisa seperti itu,” kata Erwin.(*)