Kerugian Rp 8,9 M, Pembelian Tanah Adat di Desa Batuan Sumenep Diduga Bermasalah, LIPK Lapor Kejati 

Kerugian Rp 8,9 M, Pembelian Tanah Adat di Desa Batuan Sumenep Diduga Bermasalah, LIPK Lapor Kejati 
Foto : Ketua LIPK Kab. Sumenep, Zaifiddin menunjukkan berkas pelaporan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

SUMENEP (Wartatransparansi.com) –Akhirnya Ketua Lembaga Independent pengawas keuangan (LIPK) Kab. Sumenep, Zaifiddin berkirim surat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur tertanggal 26 Juli 2024.

Isi surat tersebut, pihaknya sebagai pelapor, terkait adanya dugaan tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saat ditemui Wartatransparansi,  Zai panggilan akrabnya mengaku melaporkan kejadian dalam pembelian tanah hak milik adat kohir Nomor : 576 Persil Nomor 34 Blok kls II dengan Luas : 16.257 M2 yang terletak di Desa Batuan Kecamatan Batuan Kabupaten Sumenep. Katanya

Menurutnya, Dari hasil investigasi dan analisa dilapangan, kata dia, ada keterlibatan pemerintah Daerah yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumenep yang telah melakukan pembelian tanah atau ganti rugi.

Padahal diketahui, kalau keberadaan anah tersebut, terjadi Pelanggaran Hukum yang merugikan keuangan Negara berkisar Rp. 8.941.350.000 (Delapan Milyar Sembilan Ratus Empat Puluh Satu Tiga Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Dijelaskan Zai, semenjak dilakukannya transaksi pembelian atau ganti rugi sampai saat sekarang, Pemerintah Daerah tidak bisa menyertifikat atasnama pemerintah Daerah dikarenakan tanah yang dibeli atau yang diganti rugi adalah tanah bersengketa dan masih belum ada status kekuatan hukumnya. Tudingnya

Dan dalam hal ini, sambung dia, diduga kuat adanya konspirasi atau persekongkolan jahat antara pihak-pihak Pejabat Kepala Disperindag dan Oknum Pejabat Pemkab Sumenep yang pada waktu itu masih menjabat dengan kewenangannya. Ungkapnya

Makanya, dikatakan Zai, pihaknya
berpandangan bila kasus ini diusut sampai tuntas kepada beberapa orang yang menjual tanah, maka pihak pelaku diduga diantisipasi dengan modus operandi atau melakukan perbaikan sistem administrasi akan tetapi hat itu tidak mengaburkan unsur tindakan Pidananya. Jelasnya

” Kita sebagai pelapor karena memiliki dasar sebagaimana UU No. 20 Tahun 2001 perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan salah satu unsur tindak pidana korupsi adanya tindakan yang merugikan negara”

Dikatakan Zai, kekuatan hukumnya jelas, tertera dalam pasal 4 UU 31 tahun 1999 bahwa pengembalian kerugian keuangan negara lewat kas daerah atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya.

Bahkan, kata dia, pelaku tindak pidana korupsi bisa terjerat dengan pasal 2 dan pasal 3 UU yakni, turut serta membantu pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum serta kontrol sosial masyarakat dalam menyelamatkan pemasukan keuangan negara pada Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di sektor Pembangunan Daerah khususnya di Kab. Sumenep. Tegasnya

Jadi kata Zai, pihaknya melakukan pelaporan tersebut, berdasarkan kepada, UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang tata cara Pelaksanaan peran serta Masyarakat dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

Jadi, kekuatan hukumnya sangat jelas, pelanggaran terhadap UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI beserta peraturan pelaksanaannya berdasarkan uraian. Pungkasnya

” Sebagai pelapor, saya mohon kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Cq. ASPIDSUS agar dapatnya segera untuk melakukan langkah-langkah penyidikan hukum terkait dengan adanya laporan awal dan penemuan indikasi dugaan praktek yang berdampak pada kerugian keuangan negara”

Dan dari hasil temuannya, pihaknya meminta agar kejati memproses laporannya dan melakukan pemeriksaan terhadap oknum dinas pada Kantor Dinas perindustrian dan perdagangan (Disprindaq) Kab. Sumenep dan pejabat Pemkab yang pada waktu itu menjabat. Pungkasnya (*)