Oleh : Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H., CLMA
Andai Bahagia itu ada puncaknya maka 17 Juni 2024 (10 Dzulhijah 1445H) adalah puncak bahagia itu, ketika umat Islam dapat menunaikan Sholat Idul Adha dan berbagi daging hewan kurban.
Sujud adalah bentuk penghambaan menyucikan zat Allah Swt yang kasih dan sayangnya tiada terbilang. Kalimat takbir mengingatkan kita bahwa tidak ada yang lebih besar dari kebesaran Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang lebih berkuasa kecuali kekuasaan Allah Swt semata.
Kita kecil dihadapan-Nya, laksana kerikil dihamparan gurun. Tiada bangsa besar, tiada Negara besar, tiada pembesar yang pantas dipersamakan kebesarannya dengan-Nya. Kebesaran-Nya membuat dunia ini tiada berarti, membuat batu jadi luluh dan besi jadi meleleh. Segala kekuatan dan kekuasaan lumpuh di hadapan-Nya.
Fajar 10 Zulhijjah menyingsing di ufuk timur, umat Islam di seluruh dunia, seantero benua dan samudera, didelapan penjuru mata angin, bangkit bersama mengumandangkan ucapan takbir, membahana memecah angkasa sampai ke langit biru laksana bintang, rembulan dan tata surya sujud dihadapan Allah Swt.
Aroma wangi surga mengantar sebuah kisah besar Nabi Ibrahim as. dan keteladanan keluarganya. Keimanan Ibrahim as. diuji oleh Allah Swt dengan memerintahkan kepada Ibrahim as. untuk menyembelih Ismail as. Dialog indah antara seorang ayah dan anaknya ini terdapat dalam Q.S. Ash-Shaffat:102. Keteladanan komunikasi secara ilmiah dan sangat etis itu, sulit kita dapatkan di masa sekarang antara seorang ayah dengan anaknya yang Gen-Z.
Menncermati perjalanan sejarah kerasulan Ibrahim as, kita mendapat hikmah bahwa kekuatan kesabaran dan doa adalah dasar kesuksesan menjalani ujian kehidupan. Memperingati Idul Adha dengan segenap hati membuat kita banyak mendapatkan pelajaran penting dari peristiwa yang sangat bersejarah ini untuk kita terjemahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Idul Adha membimbing kita untuk bersabar dalam berihtiar, termasuk ihtiar kita dalam berbangsa dan bernegara. Disisi lain kita juga berihtiar untuk meringankan tragedi kemanusiaan di Gaza dan Palestina. Ketika semua upaya dan kekuatan telah diusahakan maka kekuatan doa-lah yang diharapkan dapat mengetuk pintu langit untuk memohon berkat dan rahmat Allah Swt atas pertolongan-Nya.
Idul Adha memberikan ibrah kepada kita untuk memiliki kesadaran dalam hidup bermasyaraktat, saling tolong menolong dalam hal kebaikan, bukan saling membantu dalam kejahatan.
Allah Swt telah mengingatkan kita dalam firman-Nya Q.S. Al-Israa:16, yang artinya: Apabila Kami (Tuhan) menghendaki untuk menghancurkan suatu negeri, Kami berikan kesempatan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu, lalu mereka berbuat fasiq di negeri itu, maka sudah sepatutnyalah berlaku hukuman bagi mereka, maka Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya’.
Sebagai bangsa, kita telah berkomitmen mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia agar hidup makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. Cita-cita ini sangat bergantung kepada masing-masing kita karena pada prinsipnya kita sedang menjalani ujian dalam kehidupan.
Kita harus bersikap exel leader, yaitu mampu mengatasi dengan sabar dan benar semua urusan dalam rangka penghambaan dan sujud kepada-Nya melalui kehidupan berbangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Moral force Idul Adha (Hari Raya Qurban), setidaknya mengajarkan empat hal, yaitu: 1)hindari sikap arogansi yang individu/kelompok,
2)hindari perbuatan yang dapat mengadu domba sesama bangsa Indonesia,
3)beritikad baik untuk saling menolong di bidang sosial-ekonomi, dan
4)tidak egois dalam menyelesaikan persoalan bagaimanapun kecilnya, ketika menyangkut orang lain haruslah dimusyawarahkan sekalipun dengan orang yang berada dibawah kekuasaannya.
Saat ini, salah satu yang kita butuhkan dalam menjalani kehidupan adalah keteladan dari tokoh yang bisa diteladani. Karena itu, hari ini kita kenang kembali manusia agung yang diutus oleh Allah Swt. Nabi Ibrahim as., Nabi Ismail as. dan Siti Hajar adalah pribadi yang agung. Kita wajib mengambil keteladanan darinya berupa ketabahan dan ketulusan dalam berdoa. Doa adalah intisari ibadah. Doa-lah yang mampu menggerakkan pertolongan-Nya.
Idul Adha berkait erat dengan rukun Islam ke-5 yaitu Haji. Semua rangkaian haji memberikan makna yang dalam. Setidaknya terdapa empat hal nilai yang bisa kita dapatkan. Hikmah pertama, pakaian Ihram yang putih-putih juga melambangkan tidak adanya perbedaan dimata-Nya diantara sesama manusia. Kita jangan memiliki fanatisme secara berlebihan seperti perbedaan suku, organisasi, partai politik, faham, status sosial, ekonomi atau profesi.
Kesatuan dan persamaan merupakan sesuatu yang harus diutamakan dalam upaya menegakkan kebenaran, bahkan siap mempertanggungjawabkan segala yang dilakukannya. Pakaian Ihram juga melambangkan kesiapan berdisiplin dalam menjalankan kehidupan.
Hikmah Kedua, adalah bergerak untuk kebaikan. Ibadah haji merupakan ibadah bergerak. Jamaah bergerak dari rumahnya menuju Jeddah-Madinah-Makkah. Selama di Makkah harus bergerak menuju Arafah-Muzdalifah-Mina.
Tawaf ifadhah di Makkah, kembali ke Mina lalu kembali ke Makkah selanjutnya ke negara masing-masing setelah tawaf wada. Hikmah ketiga, menjadikan masjid sebagai pusat pergerakan. Ibadah haji dan rangkaian ibadah lainnya berpusat di masjid. Jamaah haji bersemangat melaksanakan shalat berjamaah yang lima waktu di Masjid Nabawi.
Hikmah Keempat, Nabi Ibrahim as. Memiliki keinginan yang amat besar untuk memiliki ilmu, menjadi pribadi yang saleh dan menjadi bahan pembicaraan yang baik bagi generasi yang akan datang. QS As Syu’ara:83-84 menjelaskan doa Ibrahim as. yang artinya, “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian”.
Maknanya bahwa setiap manusia hendaknya meninggalkan kebaikan agar dikenang baik oleh masyarakat, lebih-lebih para pemimpin yang harus ing ngarsa sung tuladha (konsep kepemimpinan nasional Ki Hajar Dewantara) yang sejalan dengan suri tauladan yang baik dari Rasulullah Muhammad saw.
Kesabaran, persatuan dan kesatuan, ukhhuwah adalah sangat diutamakan dalam Islam agar masyarakat tidak tercerai-berai Perbedaaan organisasi, kelompok, dan partai di antara kita, jangan dijadikan sebagai penghalang untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Bersabar dalam menghadapi segala ujian bangsa, senantiasa berdoa untuk terwujudnya Indonesia yang gemah ripah loh jenawi, tata tentrem kerta raharja di bawah lindungan Allah Swt., Indonesia yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur. (*)
*) Pengajar Pascasarjana (S2) ITB Widya Gama Lumajang, Koordinator MK. Kewarganegaraan, Hukum Bisnis