KEDIRI (WartaTransparansi.com) – Kabar kurang sedap muncul ke masyarakat dari Desa Blabak Kabupaten Kediri mengenai dugaan pemalsuan sertipikat tanah, dan tanda tangan yang melibatkan oknum pemerintah desa setempat.
Kasus ini muncul, menimpa keluarga ahli waris Rakidi, yang merasa dirugikan akibat adanya dugaan penerbitan dokumen Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah terbit dengan nama berbeda dari ahli waris Rakidi.
Sayangnya, terkait adanya dugaan tersebut melalui sambungan seluler dan chat WhatsApp. Hingga berita ini ditayangkan Kepala Desa Blabak, belum memberikan tanggapan resmi mengenai dugaan tersebut. Selain itu, salah satu Kepala Dusun, Desa Blabak Kabupaten Kediri, berinisial A juga enggan memberikan klarifikasi ketika dimintai tanggapan oleh Wartatransparansi.
“Kulo namung anak buah nderek kerso pak kades ( saya hanya anak buah, mengikuti perintah Kepala Desa-red),” tulis Kepala Dusun dengan menggunakan bahasa Jawa, Jumat (14/6/2024) sore.
Terpisah, salah satu ahli waris dari Rakidi, Matno, mengutarakan, bahwa sertipikat tanah milik orang tuanya sekitar 3 hektar diduga telah dipalsukan dan diubah kepemilikanya atas nama orang lain tanpa sepengetahuan, dan persetujuan keluarga besarnya.
Kejanggalan itu diungkapkan Matno saat dirinya dan sejumlah ahli waris dari Rakidi, berencana mengurus sertifikat tanah dari letter c ( petok c -red) menjadi SHM sejak 5 tahun lalu. Namun, lahan tersebut kini dimiliki oleh perorangan dan digunakan sebagai lahan budidaya tebu.
Anehnya, status kepemilikan lahan tersebut, Matno memastikan belum pernah ahli waris Rakidi menjual ke pihak lain.
“Saat ini aset milik keluarga Rakidi dimiliki 3 orang yang memiliki sertipikat tanah yakni atas nama Sukani, Arif dan Sulianto,” ucap Matno kepada Wartatransparansi, Kamis, (13/6/2024).
Hal lain yang membuat Matno merasa heran ?. Pihaknya tidak pernah menerima informasi pembayaran pajak bumi ke negara, atas aset tanah waris Rakidi yang disinyalir telah berpindah tangan, dan dimiliki oleh tiga orang tersebut.
Oleh karena itu, Matno meminta Pemerintah Desa Blabak, Kabupaten Kediri mengusut adanya kejanggalan dalam kepemilikan sertipikat tanah milik orang tuanya yakni Rakidi. Terlebih juga dirinya belum mengetahui keabsahan bukti sertipikat tanah yang dikuasai oleh ketiga orang tersebut di atas.
“Tolong Kepala Desa, berikan informasi kepada kami, karena kami sudah menanti kepastian hukum atas kepemilikan aset tanah milik orang tua kami sejak 5 tahun lalu,” tegas Matno.
Terpisah, Pengiat bidang hukum dan keadilan, Novi menyampaikan, pihaknya menyoroti dugaan kasus pemalsuan dokumen yang melibatkan tanah warisan milik Rakidi di Desa Blabak, Kabupaten Kediri.
“Sejak 5 tahun lalu, dugaan kasus aset tanah ini tidak ada kejelasan. Untuk itu kami membantu ahli waris Rakidi guna memecahkan masalah mereka,” ucapnya, Jumat (14/6/2024).
Dikatakan Novi, dalam proses pendampingan kepada ahli waris tersebut. Dirinya menemukan sejumlah fakta mencengangkan perihal dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan terkait kepemilikan tanah ahli waris Rakidi seluas sekitar 3 hektar.
Upaya ini, ia ambil guna memastikan bahwa hak-hak keluarga ahli waris Rakidi terlindungi dan kebenaran terungkap.
Semula, kata Novi aset tanah milik Rakidi telah tercatat letter c atas nama atas nama Masiran, Kainem, Samsir Talki. Akan tetapi dokumen tersebut telah berubah status menjadi SHM terbit tahun 1974.
“Setelah saya melakukan penyelidikan di lapangan telah terbit 3 SHM atas nama Sukani, Sulianto, dan Imam Subani yang kini dipegang oleh Arif selaku putranya karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” terang Novi.
Fakta lainnya, kata Novi, keluarga ahli waris Rakidi tidak pernah menjual tanah tersebut, dan merasa sangat dirugikan atas tindakan oknum aparat desa. Pasalnya, jika SHM memang ada, seharusnya letter c milik keluarga ahli waris Rakidi tidak sah. Namun, keluarga ahli waris Rakidi saat ini masih memiliki dan menyimpan dokumen letter c yang disahkan oleh kepala desa.
Dugaan kasus ini semakin meruncing setelah beberapa kali Novi mendatangi kantor pemerintah desa tersebut, untuk melihat arsip dokumen yang tersimpan. Namun, upaya tersebut menemui jalan buntu setelah aparatur desa tersebut selalu berkilah saat dimintai klarifikasi keberadaan arsip dokumen aset tanah milik Rakidi.
Lanjut, Novi, mengutarakan bahwa SHM yang muncul disinyalir tidak sesuai prosedur dan cacat hukum. Ia juga menduga ada konspirasi antara oknum pemerintah desa dengan pihak-pihak tertentu yang kini mengerjakan lahan tersebut sebagai lahan pertanian tebu.
“Secara prosedural, jika SHM telah diterbitkan, letter C seharusnya tidak berlaku lagi. Namun, keluarga ahli waris Rakidi kini masih memiliki letter C yang sah dan terlegalisir oleh Kepala Desa. Ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keabsahan SHM yang muncul,” tegas Novi.
Tak hanya itu, kejanggalan dalam penerbitan SHM diatas tanah ahli waris Rakidi, ada indikasi terjadinya pemalsuan tanda tangan dalam penerbitan SHM tersebut.
“Kami menduga adanya konspirasi antara oknum pemerintah desa dengan beberapa nama yang kini tercatat sebagai pemilik tanah tersebut untuk mengerjakan lahan pertanian tebu,” imbuh Novi.
Adanya dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan, Kata Novi adalah tindakan pidana pelakunya bisa dijerat dengan sejumlah pasal yang dapat berujung pada hukuman pidana berat.
“Sepengetahuan saya, pemalsuan dokumen diatur secara tegas dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam Pasal 263 dan Pasal 266. Sementara dugaan tindak pidana penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP ,” urai Novi.
Terakhir, Novi menambahkan pihaknya meyakini, dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan yang melibatkan oknum pemerintah desa setempat tersebut. Telah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam KUHP dan pihaknya akan melanjutkan perkara tersebut ke jalur hukum.
“Kami akan melakukan tindakan hukum baik perdata maupun pidana baik kepolisian maupun kejaksaan. Diduga adanya penyalah gunaan wewenang oleh oknum pemerintah desa,” tutup Novi. (*)