Oleh : Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H
Permendikbud 12/2024 mengatur Kurikulum PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah. Permen ini telah diundangkan tanggal 26 Maret 2024. Artinya pengaturannya telah berlaku efektif. Permen ini secara resmi menghapus ekstrakulikuler Pramuka dari daftar Alokasi Waktu Mata Pelajaran Ekstra. Sederhananya bahwa Ekstrakurikuler (Ekskul) Pramuka dihapus/ hilang dari daftar ekskul wajib sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Tertuang dalam Ketetntuan Penutup Pasal 34 Permendikbud 12/2024, menyatakan bahwa Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 sejak tanggal 26 Maret 2024 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan ini menjadikan sekolah tidak lagi dapat meerapkan Model Blok dan Model Aktualisasi Kepramukaan di sekolah. Kepramukaan tidak lagi diikuti oleh seluruh siswa, tidak dapat diintegrasikan di dalam Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) untuk kelas I, VII dan X. Dihapusnya sifat wajib menjadi tidak mengikat untuk dilaksanakan setahun sekali, berlaku bagi seluruh peserta didik. Kepramukaan di sekolah tidak lagi bersifat intramural atau ekstramural
Para pimpinan satuan Pendidikan harus kembali merevisi RAPBS 2024/2025 yang telah disusun. Kalaupun penganggaran sudah digunakan, hanya sebatas tanggal 25 Maret 2024. Setelah itu, penganggaran yang berkaitan dengan kepramukaan sebagai ekskul wajib menjadi tidak memiliki payung hukum. Fenomena ini pasti membuat para kepala sekolah dan komite bekerja ekstra keras. Baik dari sisi kebijakan program maupun penganggarannya.
Stakeholder Pendidikan pasti terkejut dengan penghapusan kepramukaan dari ekskul wajib. Ekskul yang merupakan organisasi Pendidikan kepanduan ini justru kembali menjadi ekskul pilihan. Ekskul yang lahir dari UU No. 12/2010 (UU Gerakan Pramuka) justru kembali tidak memiliki posisi strategis dalam kurikulum Merdeka. Gerakan Pramuka menentukan struktur organisasinya adalah gugus depan (sekolah) sebagai ujung tombak pergerakannya dalam membina generasi muda. Secara tidak langsung, permendikbud ini akan berimplikasi terhadap perkembangan kepramukaan di sekolah.
Eksistensi Gerakan Pramuka memiliki peran yang kuat dalam dunia pendidikan. Mengingat Gerakan Pramuka melalui kurikulum pembinaannya menempatkan sejarah perjuangan bangsa dan pengenalan pahlawan bangsanya dalam pencapaian Syarat Kecakan Umum (SKU) disetiap tingkatan usia peserta didiknya. Hal mana tidak banyak kita temukan pada kurikulum mata Pelajaran.
Ketika itu penguatan karakter siswa sangat dibutuhkan. Kebutuhan karakter untuk cinta tanah air dan bangsa menjadi penting. Perilaku siswa yang mulai tidak terkendali dari sisi norma kesopanan dan menurunnya semangat berprestasi, menjadikan Kepramukaan perlu dihadirkan secara intensif dan mendasari anak-anak diawal tahun pendidikan mereka. Namun apakah saat ini tugas penguatan terhadap pelajar sudah selesai? Kenyataannya fenomena kekerasan di lembaga pendidikan masih marak.
Konsep pendidikan yang dikembangkan dalam Kepramukaan adalah asih, asah dan asuh. Hal ini lebih memberikan peluang kepada peserta didik untuk duduk bersama Pembina Pramuka sebagai kakak dan adik. Konsep ini mengarah kepada keterbukaan komunikasi. Hal mana banyak tidak dapat dilakukan oleh anak dengan orang tua mereka di rumah karena berbagai alasan dan dinamikanya. Komunikasi terbuka sulit diterapkan ketika dihadapkan posisi Guru dan murid di kelas, sementara guru Bimbingan Konseling (BK) tidak dimiliki disebagian besar sekolah PAUD, jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Menghadapi permendikbud 12/2024, Gerakan Pramuka tidak perlu panik, tetap positive thinking saja. Kepala Sekolah selaku Kamabigus dan Guru yang menjadi Pembina Pramuka harus solid dalam semangat mengelola ekskul Kepramukaan. Pramuka diikat kesukarelaan sebagai dasar geraknya. Saat inilah siapapun yang berjiwa Pramuka dan pernah berjanji dan berdarma, untuk bersama mendukung pramuka. Fungsi-fungsi Majelis Pembimbing untuk memberikan bantuan moral, organisatoris dan finansial, saatnya dioptimalkan.
Permendikbud 12/2024 menempatkan Kepramukaan dalam Jenis dan Format Kegiatan Ekstrakurikuler krida, bersama: Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Kondisi ini sebenarnya identik dengan fenomena sebelum tahun 2014, ketika Kepramukaan tidak menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah.
Kepramukaan adalah jawaban tepat untuk membekali anak-anak dan Generasi Z (Gen-Z) yang masih sibuk mencari aktualisasi diri. Penguasaan mereka di bidang IT harus diimbangi dengan penguatan moral dalam memilih dan memilah sesuatu dengan bijak. Kepramukaanlah yang justru menjaga tiga prinsip kepemimpinan nasional dalam prakteknya. Konsep yang diajarkan Ki Hajar Dewantara adalah “ing ngarsha sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutu wuri handayani”.
Problematika finasial seharusnya tidak menjadi hambatan untuk memajukan kepramukaan di sekolah. Daya dukung dan pengembangan ekstrakurikuler menjadi tanggung jawab satuan Pendidikan. Satuan Pendidikan memiliki kebijakan, kewenangan dan tanggung jawab penuh atas ekstrakurikuler di sekolahnya. Satuan Pendidikan wajib melibatkan komite sekolah/ madrasah. Komite Sekolah adalah mitra positif bagi satuan Pendidikan. Posisi Komite Sekolah dapat dimasukkan pada unsur Majeleis Pembimbing Gugus Depan yang dipimpin oleh Kepala Sekolah.
Sebuah ironi menghapus kepramukaan dari ekskul wajib sementara disaat yang sama negara ini berusaha meneguhkan kembali akar kebangsaannya. Benarkah kurikulum Merdeka telah memerdekakan dunia Pendidikan kita?
*) Penulis adalah Dosen ITB Widya Gama Lumajang