MOJOKERTO (WartaTransparansi.com) – Enam pesilat warga Mojokerto yang ditetapkan tersangka kasus pengeroyokan dan penganiayaan oleh penyidik, melakukan upaya hukum dengan mempraperadilankan Polres Mojokerto Kota. Pasalnya alat bukti yang membawa tersanka hingga proses persidangan disinyalir kurang bukti kuat.
Sidang gugatan praperadilan yang berlngsung di ruang sidang Candra PN Mojokerto, hakim Syufrinal, SH memimpin sidang, pemohon diwakili kuasa hukumnya Pedel Kastro Hutapea, SH, sedangkan dari pihak termohon dihadiri Kanit Pidum Satreskrim Polres Mojokerto Kota, Ipda Sugianto.
Pantauan dilokasi dari enam tersangka, empat diantaranya masih di bawah umur. Diantaranya FMP (17) warga Kecamatan Jetis, AJA (15) warga Kecamatan Puri, AAP (17) warga Kecamatan Jatirejo dan MD (17) warga Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Sementara itu, dua tersangka dewasa adalah Muhammad Rio Alviansyah alias Mohan (20), warga Kecamatan Jetis dan Willy Dhanny Setiawan (25) warga Kecamatan Puri.
Keenam pesilat itu diduga melakukan penganiayaan terhadap anggota perguruan silat saat perjalanan pulang sehabis berdemo dari Mapolres Mojokerto.
“Penetapan enam tersangka penganiayaan dan pengeroyokan anggota perguruan silat di Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Mojokerto pada 30 Oktober 2023 lalu tidak sah,“ ucap Pedel Kastro Hutapea, SH, pada awak media, Selasa (19/12/2023).
Menurutnya, tindakan termohon (Polresta) yang menetapkan para pemohon sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pengeroyokan dalam pasal 170 KUHP dan atau pasal 351 KUHP tidak sah dimata hukum. “Dalam penetapan tersangka, kami anggap pihak termohon belum kantongi dua alat bukti yang kuat sesuai ketentuan yang diatur dalam KUHAP,” ucapnya.