Sejarah mencatat bahwa salah satu peringatan Maulid, atau lebih populer sebagai maghnit berdakwah di Indonesia ialah peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Shollallohu Alaihi Wassalam, karena Sultan Salahudin Al Ayubi, panglima perang Dinasti Mamluk, untuk membangkitkan dan mengobati semangat umat bersatu dan tetap semangat berperang dengan “budi pekerti”, memberi sentuhan dengan merayakan peringatan Maulid.
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pada Pengumuman Nomor : 043/LF- PBNU/IX/2023 tentang awal bulan Robi’ul Awal 1445 Hijriyah menyatakan bahwa setelah melalui rukyatul hilal pada Jumat Wage 29 Shafar (15 September 2023) pada 21 titik di seluruh Indonesia tidak melihat hilal, maka bulan Shafar digenapkan 30 hari dan awal bulan Robi’ul Awal bertepatan dengan Ahad Legi 17 September 2023. Marhaban Bulan Maulid.
Dalam perjalanan peringatan Maulid Nabi (sebagaimana dikutip dari Liputan.6) bukan hanya sekedar seremonial. Ada salah satu catatan penting bagaimana peringatan hari kelahiran Nabi itu menjadi cara efektif untuk menyatukan umat Islam menjadi satu komando.
Sebagaimana diketahui bahwa kisah itu terjadi pada masa pemerintahan Sultan Salahudin Al Ayubi, panglima perang Dinasti Mamluk, yang lantas mendirikan Dinasti Ayuubiyah, Mesir, yang kala itu menghadapi perang salib. Bahkan ketika umat Islam terpecah karena perbedaan kenegaraan, suku dan aliran berbeda. Dengan peringatan Maulid Nabi dapat disatukan.
Salahudin menggelar perayaan Maulid Nabi secara besar-besaran dengan tujuan membangkitkan semangat umat Islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela Islam pada masa Perang Salib. Terbukti kemudian, pasukan Islam di bawah Salahudin berhasil merebut Yerusalem.
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,
Sholahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.
Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan, Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi’ah).
Namun begitu, Salahudin Al Ayubi bukanlah raja yang pertama kali menggelar perayaan Maulid Nabi. Dari berbagai sumber, Maulid Nabi diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyyun sebagaimana dinyatakan oleh banyak ahli sejarah.
Mengutip laman NU, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid Nabi adalah Khalifah Fathimiyah yang bernama Al-Mu’izz li Dinillah ketika baru datang dari Tunis, putra dari Abdullah al-Mahdi dari Dinasti Mahdawiyah yang juga dari Tunis.
“Jadi, yang pertama mengadakan maulid adalah Kalifah Fathimiyah pada 363 H, bukan Syamsud Daulah atas perintah Nidzamul Mulk. Kalau itu (Syamsud Daulah) yang (peratma kali) dari ahlusunnah,” katanya, dikutip dari NU Online.
Kiai Said menjelaskan, saat itu Khalifah Fatimiyah memasuki Mesir dan mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun pada 361 H. Perintah pertama yang diinstruksikan Al-Mu’izz li Dinillah setelah itu adalah mendirikan masjid Jami’ Al-Azhar.
“Setelah mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun, Al-Mu’izz li Dinillah mendirikan kota yang diberi nama Al-Qahirah, artinya yang menang. Lalu mengadakan Haflatul Maulid besar-besaran pada 363 H,” kata Pengasuh Pesantren Luhur Al Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Keterangan itu juga diperkuat oleh catatan Al Maqriziy, seorang pakar sejarah yang mengatakan para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab.
Kemudian, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan Idul Fitri, perayaan Idul Adha, perayaan Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nowruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan m
Maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustaz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).
Perkembangan peringatan Maulid Nabi, pada akhir-akhir ini terpecah menjadi bagian kurang menyejukkan karena sudah dibumbui kalimat bid’ah. Karena ada rekayasa dalam dakwah mengubah tatanan agama dalam berbagai ibadah, menjadi konsumsi perpecahan umat semata. Padahal Nabi Muhammad sendiri menyatakan memproklamirkan diri sejak masih (diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala) menjadi Nur.
Sebagaimana hadits dalam salah satu bagian sholawat Diba : (Hadits pertama): Diriwayatkan dari seorang yang sangat luas dan dalam ilmu pengetahuannya, yang selalu bertutur kata dengan al-Qur’an, salah seorang yang paling terkenal, yaitu Sayyidina ‘Abdullah bin Sayyidina al-‘Abbas RA. yang bersumber dari Rasulullah SAW., bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Sejak dua ribu tahun sebelum Nabi Ādam AS, diciptakan, sesungguhnya seorang Quraisy (Nabi Muḥammad SAW) masih berupa Nur di sisi Allah ‘azza wa jalla.
Nur itu selalu bertasbih kepada Allah, sehingga para malaikat bertasbih mengikuti tasbihnya Nur itu. Ketika Allah telah menciptakan Nabi Adam AS. Allah menitipkan Nur itu di dalam tanah liat asal kejadian Nabi Adam AS, dan Allah mengikutsertakan diriku di dalam perahu Nabi Nuḥ AS, yang tersimpan di dalam tulang sulbinya, kemudian aku dipindahkan ke dalam tulang sulbi Nabi Ibrahim AS. (kekasih Allah) ketika dilemparkan ke dalam api.
Dan Allah senantiasa memindahkanku dari tulang-tulang sulbi yang suci ke rahim-rahim yang bersih dan terhormat. Sehingga Allah mengeluarkan diriku dari kedua orang tuaku, yang keduanya belum pernah berzina sekalipun.
Bahwa Hadits di atas menunjukan bahwa Nabi Muhammad saja dalam menguatkan iman, Islam, dan Ikhsan ummatnya, menyampaikan berita atau kabar tentang perwujudannya ketika masih menjadi Nur, untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT semata. Karena dengan mengingatkan tentang itu akan menjadikan ketebalan keyakinan tentang keghaiban dalam keimanan.
Apalagi, ketika umat Islam sudah tidak berjumpa kembali dengan Nabi Muhammad selama 1445 tahun, maka mengenang sejarah kelahiran dan sejarah perjuangan serta asal muasal, menjadi kekuatan dalam berbagai peradaban untuk menguatkan tugas Nabi Muhamad, “menyempurnakan. Akhlaq mulia” dalam bahasa anak bangsa Indonesia “Budi Pekerti Luhur”. Oleh karena itu, Marhaban Bulan Maulid.
Apalagi, sebagai penambah kekuatan keimanan dan ketakwaan bahwa dalam sholawat diba’ didahului pengantar dengan kandungan isi sangat luar biasa yang artinya sebagai berikut;
Maha Suci Allah yang telah mengistimewakan kedudukan dan martabat Nabi s.a.w. yang paling mulia. Semoga puji bagi Allah, Yang telah melimpahkan segala karunia-Nya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Yang tiada sekutu bagi-Nya, Tuhan yang menguasai timur dan barat. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muḥammad s.a.w. adalah hamba sekaligus Rasūl-Nya yang diutus kepada seluruh umat manusia, baik bangsa ‘Arab ataupun selain ‘Arab. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan salam sejahtera kepada Nabi, keluarga dan para sahabatnya yang mulia, dengan sebuah rahmat dan salam sejahtera yang tiada putusnya. Setiap orang yang mengucapkan rahmat dan salam (shalawat) tidaklah akan kecewa di hari kiamat kelak.
Juga ada penguatan pengantar lain, bahwa Al Quran sudah mencatat bahwa membaca sholawat atas nabi itu sudah dilakukan Allah SWT dan para malaikat, sehingga kalau sekedar memperingati dan melakukan berbagai kegiatan untuk memperkuat pengabdian atau ibadah. Sungguh itulah perbuatan sangat mulai untuk selalu mengingatkan bahwa akhlaq mulia adalah segalanya. Bahwa budi pekerti luhur dan suci itu adalah harga mati. Silaturrahmi dan persaudaraan karena menjaga sholawat nabi adalah suara hati nurani (qolbu suci dalam diri). Marhaban Bulan Maulid.
Inilah pengantar itu;
Pertama-tama kami sampaikan 2 hadits yang bersumber dari Nabi s.a.w. yang agung dan mulia, bernasab mulia, dan mempunyai perjalanan hidup yang lurus. Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui telah berfirman menerangkan tentang hak Nabi SAW.: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi, (oleh karena itu) wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam hormat kepadanya”.
Marhaban Bulan Maulid. Sebagai bulan mengingatkan kembali bahwa manusia diciptakan hanya untuk mengabdi. Dan tugas mulia Nabi Muhammad untuk meningkatkan dan terus meningkatkan Budi Pekerti. (*)