Sabtu, 23 September 2023
29 C
Surabaya
More
    Pojok TransparansiKONTEKS LEBARAN SEBAGAI KEMENANGAN

    KONTEKS LEBARAN SEBAGAI KEMENANGAN

    Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H., CLMA.

    Shalat Idulfitri menandai pencapaian puncak kemenangan pasca ramadan.

    Perbedaan pelaksanaan shalat Idulfitri adalah diorama kemantapan beragama dalam toleransi. Nuansa bhinneka tunggal ika kian bersinar menandakan kedewasaan masyarakat dalam menanggapi perbedaan.

    Perbedaan sejatinya adalah Rahmat bagi manusia. Cara kita merespon sebuah perbedaan adalah kualitas karakter kita dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

    Makna kemenangan lebaran, pertama terletak pada aspek keimanan. Keimanan yang benar dan kuat merupakan aspek fundamental, sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Artinya tanpa suatu keimanan tujuan dan orientasi hidup manusia akan semakin tidak menemui kejelasan dan tidak bermakna apapun bagi dirinya.

    Ini bisa disebabkan bahwa manusia dapat memiliki suatu motivasi adalah karena dorongan keimanan pada dirinya. Dan dengan iman inilah setiap perbuatan manusia akan memiliki nilai di hadapan Allah SWT dan akan melahirkan kemaslahatan dan kemanfaatan untuk masyarakat sekitar.

    Hakikat iman yang dibawah Rasulullah SAW adalah tegak berdiri di atas tiga pilar yang salah satunya tidak boleh roboh, yaitu : Keyakinan dalam hati, Pengucapan dengan lisan; dan melakukan dalam amal perbuatan.

    Kedua, bahwa kualitas keimanan seseorang akan semakin tinggi manakala orang yang memiliki keimanan tersebut memiliki kapasitas keilmuan yang berkualitas pula. Jadi satu kesatuan yang bulat dan utuh (integrasi) antara aspek wahyu dan akal merupakan suatu bentuk tanda kebesaran Allah SWT dalam memuliakan seorang manusia.

    Baca juga :  Tanah Air Rempang, Tanah Nenek Moyang, Tanah Tuan Tanah

    .Setiap manusia sudah dibekali akal dan hati nurani untuk mengolah pengalaman. Praktik beragama yang mantap dan tidak mudah goyah itu bisa dicapai jika didasari oleh ilmu-ilmu agama yang benar, diperoleh dari sumber yang bisa dipercaya.

    Beragama tanpa ilmu berpotensi merusak segalanya. Al-Imam Bukhori dalam shohihnya menempatkan bab ilmu sebelum amal dan perbuatan. Ini membuktikan bahwa ilmu ini didahulukan sebelum amal.

    Aspek Amal adalah sebagai wujud implementasi dari keimanan dan keilmuan yang telah dimiliki agar amal atau perbuatan yang dilakukan juga memiliki kualitas yang tinggi pula. Tata cara yang perlu diajarkan kepada anak-anak dalam mencari ilmu dalam Islam, yaitu : 1)meluruskan niat (niatus shalihah), 2)melakukan yang terbaik (ihsan), 3)tawakal, 4)menaati perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya, 5)berdoa supaya terhindar dari malas dan kesulitan, 6)berprasangka baik kepada Allah SWT (husnudhan), 7)mengamalkan ilmu yang dimiliki (al-amalu fil ‘ilmi), 8)banyak bertanya.

    Sering dilingkungan kita bahwa terhadap anak yang suka bertanya justru sering dilarang. Allah SWT memerintahkan, jika di rumah, di kelas, anak-murid bertanya maka jangan dilarang.

    Baca juga :  Bromo dan Bencana Harus Utamakan Sabar

    Orang Tua dan Guru wajib menjawab dan mengarahkannya. Dijelaskan dalam QS. An-Nahl :43 yang artinya, “…Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.

    Makna lebaran sejatinya adalah kemampuan manajemen diri kita untuk selalu pandai bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah kepada kita, karena makna bersyukur, sesungguhnya untuk diri kita sendiri.

    Seorang muslim dikatakan beriman dengan benar jika mampu mengharmonisasikan antara iman, ilmu, dan amal karena ketiganya merupakan aspek penting yang diajarkan dalam Islam guna meningkatkan kualitas ibadah seseorang kepada Allah SWT agar manusia benar-benar dipastikan sukses hidup di dunia dan di akhirat.

    Termasuk kategori amalan besar adalah ridha menerima ketetapan Allah SWT. Rezeki kita dari Allah SWT adalah takdir terbaik dariNya. Kalaulah terdapat tetesan air mata atas sebuah takdir haruslah dimaknai sebagai air mata bentuk kasih sayang bukan bentuk ketidakridaan atas takdir. Kita wajib yakin bahwa tidak ada yang bisa merubah takdir kecuali doa.

    Diantara hiruk-pikuk lebaran, kita terus meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dari hawa nafsu agar tidak menyebabkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain, menjaga tali silaturohim tanpa membedakan status sosial dan terus berusaha menjadikan diri ini sebagai manusia yang bermanfaat bagi lingkungannya ‘Khoirunnas Anfauhum Linnas’.

    Baca juga :  Bromo dan Bencana Harus Utamakan Sabar

    Berada dilebaran yang suci ini, mari kita satukan niat tulus serta ikhlas dalam sanubari, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini, mari kita ganti semua itu dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan.

    Dengan hati terbuka, wajah yang berseri-seri serta senyum yang manis kita ulurkan tangan kita untuk saling bermaaf-maafan. Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup halaman yang lama yang mungkin banyak terdapat kotoran dan noda.

    Semoga Allah SWT, selalu memberikan pertolongannya kepada kita semua. Harapan suci dalam doa, seraya memohon kepada Allah ar-Rahman ar-Rahim untuk kebaikan kita dan umat Islam dimana saja berada dan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, negeri yang gemah ripah loh jenawi tata tentrem kertaraharja, negara yang berkeadilan dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. (*)

    *) Penulis adalah Akademisi ITB Widya Gama Lumajang dan Dosen MK. Pancasila dan Kewarganegaraan.

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan