Opini  

Relasi Moral Perjuangan Kartini Dengan UU TPKS

Relasi Moral Perjuangan Kartini Dengan UU TPKS

Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H., CLMA

Peringatan Hari Kartini tahun 2023 beriringan dengan Hari Raya Idhul Fitri. Moral force perjuangan Kartini senantiasa mengilhami emansipasi dan kesetaraan gender. Kartini adalah pahlawan nasional yang membawa pesan perlawanan atas hegemoni feodaliseme. Meskipun isu kesetaraan gender sendiri masih debatable dibeberapa kalangan sampai sekarang.

Kita berkewajiban mengapresiasi kesetaraan gender yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Karena HAM merupakan hak yang diberikan Tuhan, sehingga hak tersebut bersifat melekat, kodrati dan universal. HAM bukan pemberian oleh manusia lain, negara atau hukum, karena hak tersebut berkaitan dengan eksistensi manusia. Sehingga perbedaan jenis kelamin, ras, agama atau warna kulit tidak akan mempengaruhi perbedaan HAM.

Membahas perjalanan sejarah perjuangan sosok Kartini adalah sebuah fenomena yang luar biasa. Pikiran dan tindakannya memberikan sumbangsih dibidang perlindungan perempuan dan anak di Indonesia. Terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak lepas dari value buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Perjalanan Panjang UU TPKS seakan identik dengan perjalanan panjang perjuangan Kartini.

Ilmu perundang-undangan mengajarkan bahwa kualitas sebuah undang-undang baru dapat diukur dengan tiga batu uji yaitu : (1) inkonsisten, (2) multi tafsir, dan (3) operasional.

Undang-undang TPKS akan mendapat predikat “berkualitas” jika tidak terdapat inkonsistensi dengan peraturan lainnya, tidak terdapat multi tafsir dalam substansi rumusannya serta berfungsi secara operasional. Sementara UU TPKS juga dituntut memfungsikan dirinya dapat menjamin kepastian hukum, menjaga neraca keadilan dan bermanfaat.

Undang-Undang TPKS mengatur mengenai pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual; penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban; koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan kerja sama internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif.”.

Semua hal itu terwujud dalam 8 Bab 93 pasal yang mengatur pencegahan, penangan, pemidanaan dalam kasus kekerasan seksual dengan peprspektif korban.