Di bawah panglima Yudo Margono, kredibiitas angkatan laut diharapkan semakin moncer dan segenap prajuritnya menjiwai kepiawaian pelaut Majapahit yang dipandegani Maha Patih Gajahmada dan wakilnya laksamana Nala. Modalnya, Yudo Margono sudah mendapat dukungan hard defence dari semua angkatan.
Saat dipimpin Raja Hayam Wuruk kerajaan Majapahit bukan hanya tangguh di laut. dan darat akan tetapi mancapai puncak kejayaan ekonomi.
Dari berbagai sumber yang dikumpulkan, daerah kekuasaannya mencakup seluruh Nusantara, yakni Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.
Para pedagang dari Nusantara, Tiongkok, dan Arab serta orang-orang Eropa pun berdatangan ke Nusantara, konon sedikitnya 98 kerajaan pada saat itu ada di genggaman Majapahit. Hasil bumi yang melimpah ruah dari daerah yang subur diangkut ke berbagai daerah dan luar negeri untuk diperdagangkan, melalui jalur darat, sungai, dan laut.
Indonesia sejatinya memiliki kekayaan alam melimpah. Kayaan laut dan isinya, kesuburan tanahnya, dan segala jenis tambang yang di dalamnya memiliki kandungan emas, nikel, dan lainnnya. Termasuk melimpahnya kandungan minyak di berbagai wilayah. Kekayaan alam yang melimpah itu faktanya belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Kekayaan alam kita tidak bermakna, masyarakatnya belum sejahtera. Kekayaan alam melimpah itu tentunya wajib mendapat pengamanan Panglima TNI agar bermanfaat untuk rakyat.
Laksamana Yudo Margono mendapat tantangan berat di tahun politik 2024 yang multi rentan itu. Bukan hanya soal kemanan nasional akan tetapi sang jenderal juga akan menghantarkan lahirnya seorang pemimpin, mandataris MPR yang amanah yang akan memimpin hampir 200 juta rakyat yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Berbagai penghargaan nasional dan kearifan lokal pun sudah diterima sang laksamana antara lain Ksatria Padma Nusantara dari Puri Agung Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Akan tetapi akan lebih sempurna jika sang laksamana juga mampu bersinergi dengan para pemuka agama. Sang Panglima di era milenial ini akan mencatat sejarah, sebagaimana Gajahmada mencatat sejarah emas mengawal Hayam Wuruk bersama kapal kerajaan Majapahit atau mungkin sebaliknya. Jika tidak hati hati menjaga diri, tidak independen dan tidak bersinergi dengan para pemuka agama sebagai soft defence, serta tidak mampu menolak intervensi oligarki, sejarahpun akan mencatatnya pula. Selamat Hari Armada. (*)
*) Penulis adalah Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan
Dewan Pakar PWI Jawa Timur